Malam itu udara di Bumi Asih, sebuah permukiman eks transmigrasi tahun 80-an berbeda dari biasanya, dimana langit terlihat gelap karena awan tebal dan angin kencang, sehingga dinginya terasa menusuk hingga tulang. <p style="text-align: justify;">Adalah Hasan Bisri, bocah berumur tiga tahun anak pasangan dari Sholikhah dan Dasim sejak Sabtu sore serius dengan mainan mobil-mobilan yang dikendalikan dengan remot kontrol.<br /><br />Mobil maninan baru jenis jeep kiriman dari kakaknya yang masih kuliah di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Paris Barantai Kotabaru itu sejak sore tidak pernah terlepas dari tangan Bisri.<br /><br />Bahkan, orangtuanya yang mencoba menggoda memegang mobil-mobilan dengan warna dominan merah dan hitam itu, membuat Bisri menangis sejadi-jadinya.<br /><br />Bisri masih sangat sayang terhadap mainan mobil-mobilan pembelian kakaknya yang bernama Mariono, bahkan iapun lupa makan dan minum susu.<br /><br />Ia sangat serius, dan melupakan orang-orang yang ada disekitarnya yang sejak usai Sholat maghrib selalu memperhatikannya.<br /><br />Bisri yang memiliki rambut lurus dan jarang serta badan kurus dengan kulit coklat tua itu sesekali tertawa dan berbicara sendiri.<br /><br />Tiba-tiba tertawa Bisri yang memenuhi ruang depan rumah kayu yang sebagian didingnya berlubang itu berhenti, dan suasana menjadi hening seketika, disaat lampu neon 20 what yang menerangi ruang depan itu padam.<br /><br />Sholikah, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut langsung mengambil sikap mencari korek api dan kaleng bekas susu indomilk yang dimodifikasi menjadi lampu teplok.<br /><br />Selain ruangan menjadi gelap gulita, lampu kontrol di mobil mainan Bisri juga sudah berwarna merah, menunjukkan bahwa batrei juga mulai lemah dan perlu segera dicharging atau cas.<br /><br />Melihat kondisi tersebut, Bisri langsung menangis.<br /><br />Usai mendapatkan lampu, Sholikhah mencoba merayu Bisri dan dibendongnya masuk ke kamar untuk tidur.<br /><br />Sudah menjadi hal yang lazim bahwa listrik di wilayah Kecamatan Kelumpang Selatan itu padam sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.<br /><br />Warga sangat sadar, bahwa pemadaman tersebut tidak terjadwal, akan tetapi disebabkan adanya gangguan jaringan.<br /><br />Menurut warga, pemadaman listrik secara tiba-tiba itu selalu terjadi, terlebih jika terjadi awan, hujan dan angin kencang.<br /><br />Masyarakat di Kelumpang Selatan masih beruntung, karena masih bisa menikmati listrik hingga 24 jam, meski terkadang terjadi pemadaman hingga lebih dari 30 jam.<br /><br />Karena masih banyak warga di beberapa kecamatan lain di Kotabaru, baru bisa menikmati penerangan listrik dari PT PLN hanya enam jam sehari semalam.<br /><br />"Walaupun sering padam, kami masih sangat beruntung bisa nonton televisi pada siang hari apabila cuaca normal," kata Wiyono.<br /><br />Seperti warga-warga di desa yang lainnya, warga Bumi Asih tidak pernah terbesit untuk menuntut PT PLN agar memberikan pelayanan prima kepada pelangganya.<br /><br />Mereka sangat ma’fum, bahwa pemadaman bukan disengaja atau karena BBM mesin pembangkit habis, akan tetapi lebih disebabkan faktor alam.<br /><br />Karena sering padam tiba-tiba tersebut, warga berinisiatif untuk membeli mesin pembangkit kapasitas 900-2.500 What.<br /><br />Namun tidak bagi keluarga Dasim dan Sholikhah, karena harga mesin bisa mencapai sekitar Rp3 juta-Rp5 juta per unit.<br /><br />Warga transmigran itu hanya bisa pasrah dan pasrah, mereka bahkan juga tidak mengetahui bahwa batubara yang dihasilkan dari tambang di Kotabaru juga bisa digunakan untuk bahan bakaar pembakit listrik tenaga uap yang bisa menghasilkan listrik.<br /><br />Jutaan metrik ton batubara setiap tahun dikeruk dari perut bumi Kotabaru untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik baik yang ada di dalam negeri maupun diluar negeri.<br /><br />Hampir semua kegiatan masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, kegiatan hidupnya selalu menggunakan listrik, mulai dari memasak hingga membersihkan tangan usai buang hajat, mulai bangun tidur hingga tidur kembali.<br /><br />Namun tidak bagi Bisri dan masyarakat Kotabaru di daerah pelosok, mereka masak masih menggunakan kayu bakar, bahkan sebagian memanfaatkan limbah sawit.<br /><br />Sementara penerangan juga terkadang menggunakan limbah buah sawit yang membusuk dan kering, karena tidak mampu membeli minyak tanah yang harganya mencapai Rp8 ribu per liter.<br /><br /><br /><strong>Bangun PLTU 2X7 MW.</strong><br /><br />Jendral Manager PT Perusahaan Listrik Negara Cabang Kotabaru H Burhan, mengatakan, untuk mengatasi krisis listrik di Kotabaru, pihaknya membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2X7 MW di daerah itu, yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2012.<br /><br />"Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) bekerjasama dengan Jasa Indonesia (JI) telah menetapkan bahwa PT Cyticom Waltes Jakarta adalah pemenang tender pembangunan pembangkit 2X7 MW di Kotabaru," ujarnya.<br /><br />Dia mengatakan, PT Cyticom Waltes akan mengerjakan pembangunan kontruksi dan infrastruktur selama 22 bulan.<br /><br />Menurut jadwal, kata Burhan, Juni 2012 PT Cyticom Waltes ditargetkan selesai membangun pembangkit unit I, dan September selesai pembangunan unit II.<br /><br />"Pada bulan-bulan tersebut diharapkan operasi atau pengetesan sistem operasi (COD) sudah dapat dilaksanakan," demikian Burhan.<br /><br />Rencananya, PLTU kapasitas produksi 2X7 MW tersebut kan menggunakan bahan bakar batubara dari produksi lokal dengan kalori rendah.<br /><br />"Harapan kami batubara tersebut bia dipenuhi oleh perusahaan yang ada di daerah ini," ujar Burhan, tanpa menyebutkan jumlah kebutuhan batubara.<br /><br />Dengan beroperasinya pembangkit 2X7 MW tersebut, diharapkan PT PLN Cabang Kotabaru yang memiliki 87,264 pelanggan, 19,500 pelanggan diantaranya masih dilayani Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan produksi sekitar 7-8 MW. Sementara itu, listrik untuk masyarakat di Kabupaten Tanah Bumbu, dan sekitarnya mulai 2012 sudah diinterkoneskikan dengan pembangkit listrik tenaga uap Asam-Asam di Kabupaten Tanah Laut.<br /><br />"Insya Allah mulai 2012 listrik di Tanah Bumbu sudah dapat dinterkoneksikan dengan pembangkit PLTU di Asam-asam," imbuhnya.<br /><br />Sekitar 313 tower untuk mensuplai listrik dari PLTU Asam-asam Kabupate Tanah Laut ke wilayah Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu pembangunannya sedang dalam penyelesaian.<br /><br />Tower tersebut, ujar Burhan, dibangun mulai dari lokasi PLTU di Asam-asam Kabupaten Tanah Laut hingga Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu sejak 2012.<br /><br />Dalam kesempatan berbeda, Burhan mengatakan, selain membangun tower dan gardu induk, PLN wilayah Kalselteng juga sedang menyelesaikan pembangunan PLTU paralel kapasitas 2X65 di Asam-asam yang dijadwalkan selesai pada 2011.<br /><br />"Kita berharap pada tahun 2011 kebutuhan listrik di Tanah Bumbu dapat tercukupi karena listrik dari PLTU Asam-asam dapat dikoneksikan ke Batulicin melalui tower tersebut," ujarnya.<br /><br />Beberapa tahun terakhir, di Tanah Bumbu dan sekitarnya sedang terjadi devisit daya sehingga ribuan calon pelanggan baru masih mengantre dan belum mendapatkan aliran listrik dari PT.PLN.<br /><br />Sebagian besar calon pelanggan tersebut telah dapat dilayani dengan penambahan mesin sewa, namun demikian, calon pelanggan baru masih terus bertambah.<br /><br />Sementara produksi daya yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada saat ini hanya sekitar 20 MW, sementara saat ini kebutuhan listrik diprediksi sekitar 30 MW.<br /><br />"Dengan demikian, pada 2012 semua pelanggan baru dapat terlayani dan tidak ada lagi daftar tunggu," katanya.<br /><br /><br /><strong>Swasta terlibat.</strong><br /><br />Perusahaan biji besi PT Sebuku Iron Lateric Ores (SILO) di Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan, berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 100 MW.<br /><br />President Commissioner PT Silo, V.S Humas Soputro, pada suatau kesempatan, mengatakan, pembangunan pembakit listrik tenaga uap tersebut untuk mendukung berdirinya pabrik pengolahan bijih besi (pig iron) di Kotabaru.<br /><br />"Sebagian dari produksi daya 100 MW yakni, sebesar 10 MW akan dialokasikan untuk mengatasi krisis listrik di Kotabaru," kata Soputro, dalam sosialisasi rencana kegiatan izin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi batu bara dan bijih besi laterit, di Kotabaru beberapa waktu lalu.<br /><br />Menurut dia, pengalokasian daya sebesar 10 MW tersebut merupakan bentuk konpensasi perusahaan tambang batu bara yang melakukan penambangan di Pulau Laut Kotabaru.<br /><br />Rencananya, kata dia, pembangunan pabrik pengolahan bijih besi di Kotabaru memiliki kapasitas produksi sekitar 1 juta ton per tahun.<br /><br />"Rencana pembangunan pabrik pengolahan bijih besi merupakan salah satu emplementasi dari Peratuan Pemerintah yang melarang penjualan (ekspor) bijih besi mentah yang berlaku efektif Januari 2014," jelasnya.<br /><br />Saat ini, lanjut Soputro, Silo masih menjual bijih besi dalam bentuk bahan mentah.<br /><br />Dengan pabrik pengolahan tersebut, bijih besi yang diekspor telah berbentuk besi murni yang siap untuk diproses menjadi baja atau yang laiannya.<br /><br />Dia menjelaskan, pengalokasian daya sebesar 10 MW tersebut merupakan bagian konpensasi perusahaan konsorsium yang berencana membuka tambang batu bara dan bijih besi laterit di Kotabaru.<br /><br />Perusahaan yang telah mendapatkan izin ekplorasi untuk membuka pertambangan batu bara di Pulau Laut terdiri dari, PT Sebuku Tanjung Coal, PT Sebuku Batubai Coal, PT Sebuku Sejakah Coal, PT Banjar Asri, PT Ikatrio Sentosa.<br /><br />Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani, mengungkapkan, hingga saat ini Kotabaru mengalami krisis listrik.<br /><br />"Kami mendukung keinginan perusahaan untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap sebesar 100 MW dan sebagian dialokasikan untuk menutupi kebutuhan lsitrik di Kotabaru," katanya. <strong>(phs/Ant)</strong></p>