Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur Ismail mengemukakan jumlah pasar tradisional di daerah setempat hingga kini masih minim, karena idealnya di setiap kecamatan terdapat pasar tradisional yang melayani kebutuhan masyarakat. <p style="text-align: justify;">Menurut Ismail yang ditemui di Gedung DPRD Kaltim di Samarinda, Rabu, faktanya tidak semua wilayah kecamatan di kabupaten/kota memiliki pasar tradisional, sehingga warga hanya mengandalkan kios atau kelontong untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan risiko harga barang yang mahal.<br /><br />Minimnya jumlah pasar tradisional tersebut, salah satunya terjadi di Kabupaten Kutai Timur. Dari 18 kecamatan di daerah kaya sumber daya alam batu bara ini, hanya ada tujuh pasar tradisional.<br /><br />"Warga Kutai Timur banyak mengeluhkan jauhnya jarak yang harus mereka tempuh untuk pergi ke pasar, karena mereka harus menyeberang ke kecamatan sebelah akibat belum adanya pasar di wilayahnya," jelas Ismail.<br /><br />Menurut Ismail, kondisi serupa juga terjadi di kabupaten/kota lainnya di Kaltim, kendati hingga kini belum ada laporan dari instansi terkait.<br /><br />Ia menilai keberadaan pasar tradisional bukan hanya memenuhi kebutuhan warga sehari-hari, namun juga berimbas positif dalam menjaga kestabilan harga bahan-bahan pokok yang beberapa waktu terakhir cenderung mengalami kenaikan.<br /><br />"Kami berharap rasio jumlah pasar dengan kecamatan bisa menjadi perhatian Disperindakop, sebab pasar merupakan tempat untuk masyarakat membeli kebutuhan hidup sehari-hari," katanya.<br /><br />Ia menambahkan pembangunan pasar tradisional di setiap kecamatan akan mempermudah masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.<br /><br />"Manfaat lainya bisa menekan biaya okonomi karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh dan harga kebutuhan pokok pun semakin terjangkau," tambah Ismail. (das/ant)</p>