Mahasiswa Kalbar Serukan "Ganyang" Koruptor

oleh

Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Pengemban Amanat Rakyat (Solmadapar) Kalimantan Barat, menyerukan kepada masyarakat provinsi itu untuk bersama-sama "ganyang" koruptor karena telah mencuri uang rakyat. <p style="text-align: justify;">"Mari kita bersatu untuk ‘ganyang’ para koruptor di bumi Kalbar, sehingga ke depannya orang-orang berpikir seribu kali untuk berbuat korupsi," kata Koordinator Aksi dari Solmadapar, Rian saat melakukan orasinya di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak, Senin.<br /><br />Dalam aksinya, Solmadapar Kalbar, membawa orang-orangan sawah. Orang-orangan tersebut dihiasi seperti seorang koruptor yang gendut karena telah kenyang dari hasil mencuri uang rakyat, dan bertuliskan "ganyang" koruptor.<br /><br />Rian mengaku, cukup prihatin dengan praktik korupsi di Kalbar, karena berdasarkan data yang dirilis lembaga survei Indonesia, provinsi itu menempati posisi kelima provinsi terkorup se-Indonesia.<br /><br />"Sangat ironis, upaya pemberantasan korupsi hanyalah sebagai slogan dan retorika kaum elit politik belaka," ujarnya.<br /><br />Dalam orasinya, Solmadapar Kalbar mendesak agar kasus-kasus korupsi di bumi Khatulistiwa dituntaskan, "ganyang" para koruptor dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).<br /><br />Sementara itu, di tempat yang sama, ratusan petani dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Kalbar (FPRKB), juga melakukan unjuk rasa dan menuntut investor sawit menghentikan perampasan tanah, kriminalisasi dan pelanggaran hak asasi manusia di provinsi itu.<br /><br />"Kami minta investor dan pemerintah, serta aparat hukum untuk menghentikan praktik perampasan, kriminalisasi dan pelanggaran HAM terhadap petani yang berusaha mempertahankan tanahnya agar tidak dikembangkan menjadi perkebunan sawit," kata Koordinator Aksi FPRKB Yunus saat melakukan orasi di Tugu Digulis Untan Pontianak.<br /><br />Menurut Yunus, beberapa regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintahan saat ini ditujukan untuk memuluskan kepentingan imperialisme di Indonesia, seperti UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No. 18/2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No. 24/2009 tentang Mineral dan Batubara, dan yang terbaru pengesahan UU pengadaan tanah untuk pembangunan.<br /><br />"Keseluruhan perundang-perundangan tersebut sesungguhnya telah melegalkan perampasan hak-hak atas tanah, hutan, tambang, dan wilayah tangkap nelayan," ungkapnya.<br /><br />Di sisi lain menurut dia, penguasa malah berlomba-lomba "merampok" uang rakyat untuk kepentingan sendiri dan golongannya seperti kasus Bank Century, Hambalang, dan masih banyak kasus korupsi lainnya.<br /><br />"Wakil rakyat yang harusnya membela rakyatnya, tapi ini malah menjerumuskan rakyat dalam jurang kemiskinan," ujar Yunus.<br /><br />Praktik tersebut juga terjadi di Kalbar, terutama dalam perampasan tanah dengan luas sekitar 10,14 juta hektare, yang digunakan pemerintah daerah untuk mencanangkan 10 juta hektare perkebunan sawit skala besar, dan pertambangan.<br /><br />Dalam kesempatan itu, FPRKB menyatakan, perampasan tanah di Kalbar selalu dengan tindakan penekanan intimidasi (represif) kriminalisasi, penangkapan, dan pemenjaraan. Ccontoh salah satunya, perusahaan sawit Sinar Mas sebagai tuan tanah di Kalbar.<br /><br />Data FPRKB mencatat tekanan dan intimidasi yang dilakukan perusahaan sawit di Kalbar dalam memperluas lahannya, di antaranya terhadap 12 orang di Desa Dabong, dan enam orang di Desa Mengkalan Kecamatan Kubu Raya, 17 orang statusnya tersangka di Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, 37 orang di Kabupaten Sintang, 6 orang di Sambas, dua orang diantaranya telah masuk penjara, dan 12 orang di Kabupaten Pontianak.<br /><br />"Tindakan intimidasi dan tekanan pihak perusahaan yang berusaha mempertahankan tanahnya termasuk pelanggaran HAM berat," ungkap Yunus.<strong> (phs/Ant)</strong></p>