Masyarakat "Dijajah" Produk Asing

oleh

Koperasi Ekonomi Rakyat Nusantara (Keran) menilai saat ini telah terjadi penjajahan ekonomi secara halus, yakni masyarakat dikondisikan untuk membeli atau menggunakan produk yang dimiliki perusahaan asing yang dikelola di Indonesia. <p style="text-align: justify;">"Akibatnya aliran uang yang sebenarnya bisa diendapkan di dalam negeri, terserap lebih besar ke luar negeri," kata Bagus Kerthanegara, Sekretaris Jenderal "Keran" di Denpasar, Jumat.<br /><br />Menyadari kondisi tersebut, maka muncullah koperasi yang basis usahanya berdasarkan komunitas jaringan.<br /><br />Menurut dia, koperasi yang berbasis jaringan tersebut membuat semua anggota mempunyai posisi yang sama, bahkan mampu memberi kemudahan diskon dengan menggunakan produk dari mitra binaan.<br /><br />"Dengan hanya berinvestasi menjadi anggota untuk simpanan wajib sebesar Rp400-Rp600 ribu, berlaku seumur hidup. Manfaat keanggotaan adalah mendapatkan diskon setiap membeli produk mitra binaan, serta mendapatkan poin," ujarnya.<br /><br />Bagus menuturkan, usaha koperasi itu berawal dari bisnis usaha berjejaring sebuah produk kesehatan, namun menyadari tidak ada dampak pada peningkatan ekonomi di daerah, sesuai saran mantan Menteri Koperasi Adi Sasono, muncullah ide untuk mengembangkan bisnis jaringan dalam bentuk koperasi.<br /><br />Sejak beroperasi 2010, saat ini Keran memiliki 14.000 anggota yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia termasuk di Bali, yang jumlahnya sampai 50 persen.<br /><br />"Tidak hanya di dalam negeri, anggota kami ternyata juga merambah empat negara kawasan Asia di antaranya Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Viet Nam," ucapnya.<br /><br />Ia berharap dalam beberapa tahun ke depan jumlah anggota akan meningkat menjadi satu juta untuk di wilayah Pulau Dewata. <br /><br />"Bali harus dikembangkan sektor ekonomi lainnya selain pariwisata, karena jika hanya tergantung satu sektor saja akan riskan," tandasnya. <strong>(das/ant)</strong></p>