Puluhan masyarakat Kelurahan Kuala Kurun Kabupaten Gunung Mas menolak program taman hutan raya (Tahura) Lapak Jaru yang akan dilaksanakan di lahan sekitar 5 ribu hektare. <p style="text-align: justify;">"Lahan seluas 5 ribu hektare tersebut telah puluhan tahun dipergunakan masyarakat untuk berkebun maupun tempat religius suku Dayak," kata perwakilan puluhan masyarakat Kabupaten Gunung Mas Eprayen Punding di Palangka Raya, Jumat.<br /><br />Dia menegaskan sampai kapan pun, kami akan terus menolak. Kami tidak akan mundur satu jengkal pun mempertahankan tanah leluhur kami, dan program Tahura harus segera dibatalkan.<br /><br />Program Tahura Lapak Jaru telah ditetapkan dan diterbitkan surat keputusan oleh mantan Bupati Gunung Mas Hambit Binti pada tahun 2011. Namun, dalam perjalanan program tersebut mendapat penolakan dari masyarakat sekitar.<br /><br />Eprayen mengatakan sebelum penetapan program tersebut, Hambit Binti pada saat itu menjabat sebagai Bupati Gunung Mas tidak melakukan musyawarah kepada masyarakat secara turun temurun yang telah memanfaatkannya sejak sebelum adanya Negara Indonesia.<br /><br />"Kami sudah berkali-kali menyampaikan penolakan, namun tidak pernah direspon Hambit Binti. Arthon S Dohong, Bupati sekarang juga tidak merespon dan menyebut program Taharu telah ada SK," ucapnya.<br /><br />Dia yang juga Ketua Kelompok Tani Dayak Misik Kelurahan Kuala Kurun itu mengaku, kedatangan ke Palangka Raya pada awalnya ingin bertemu Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang untuk menyampaikan penolakan tersebut.<br /><br />Setelah berkoordinasi dengan Sekda Pemerintah Provinsi Kalteng Siun Jarias, belasan tokoh maupun masyarakat kelurahan Kuala Kurun Gung Mas tersebut ternyata tidak dapat bertemu dengan Gubernur.<br /><br />"Kami memang sudah membuat surat penolakan terhadap program Taharu yang ditanda tangani puluhan masyarakat. Kami berharap Gubernur Kalteng mendukung penolakan kami ini," demikian Eprayen. (das/ant)</p>