Desakan agar mobil Malaysia yang ditertibkan polisi di Ketungau Hulu dan Ketungau Tengah dikembalikan ke masyarakat kembali disuarakan. <p style="text-align: justify;">Kali ini disampaikan oleh tumenggung dan pengurus adat Dayak serta tokoh masyarakat Ketungau Tengah.<br /><br />Keluhan itu tak hanya disampaikan ke anggota DPRD Sintang dari Dapil Ketungau yakni Melkianus, Mardiansyah dan Theresia saja. Warga juga berencana mengadukan masalah ini ke Ketua DPRD, Kapolres dan juga Bupati Sintang. <br /><br />Mereka terdiri dari A.H Asih (Petinggi Adat Dayak Kecamatan Ketungau Tengah, Empuyu (Tumenggung Kecamatan), Ingkan (Tumenggung Desa Tanjung Sari), Karana (Wakil Ketua DAD Ketungau Tengah), Junatan (kades Mengerat) dan Buyung (tokoh masyarakat),<br /><br />A.H Asih, Petinggi Adat Dayak Kecamatan Ketungau Tengah mengatakan, meski mobil Malaysia yang digunakan masyarakat perbatasan adalah mobil ilegal, namun keberadaannya sangat membantu masyarakat. <br /><br />“Makanya kami mendesak polisi mengembalikan mobil yang sudah mereka tangkap. Bagi kami, penangkapan ini membunuh masyarakat yang ada dipedalaman,” tegasnya.<br /><br />Ia mengatakan, bila pihak kepolisian ingin menegakkan Undang-Undang, penertiban mobil Malaysia jangan tebang pilih. Undang-Undang jangan hanya berlaku untuk masyarakat lemah, tetapi harus dilakukan tanpa pandang bulu. <br /><br />“Kalau di Ketungau mobil Malaysia ditertibkan, ditempat lain juga harus ditangkap. Kami tak mau diperlakukan seperti ini karena daerah lain seperti Badau, Nanga Kantuk, Lanjak maupun Puring Kencana belum tersentuh. Sementara, daerah tersebut sama-sama berada dalam bingkai NKRI,” ucap dia.<br /><br />A.H Asih menegaskan, mobil Malaysia milik masyarakat yang digunakan di perbatasan, bukan diperoleh dari hasil mencuri. Tetapi didapat dengan membeli setalah melewati pintu perbatasan yang berada di Badau. <br /><br />“Kalau mobil ini ilegal, mengapa barang sebesar itu bisa masuk Indonesia. Sementara disana ada ada tentara, polisi, imigrasi dan bea cukai. Mobil Malaysia sudah masuk ke perbatasan sejak tahun 1990, mengapa baru ditangkap sekarang,” tanya dia.<br />Dia juga menyinggung tidak adanya sosialisasi dari pihak kepolisian soal penggunaan barang ilegal seperti mobil Malaysia. <br /><br />“Kami orang awam yang tak tau hukum. Kami membeli mobil Malaysia karena terjangkau dan jalan di daerah kami rusak parah,” katanya. <br /><br />“Tolong, jangan karena ingin menegakkan hukum, tidak memperhatikan nasib anak bangsa yang berada di perbatasan yang serba kesulitan. Penegakan hukum jangan menyengsarakan masyarakat,” pintanya.<br /><br />Menurutnya, Pemda Sintang perlu mencontoh Kabupaten Kapuas Hulu soal kebijakan penggunaan mobil Malaysia. <br /><br />“Pemda harus mencari solusi. Kalau di Kapuas Hulu bisa, mengapa di Sintang tidak bisa. Sementara infrastuktur disana lebih baik dibandingkan dengan di Sintang,” kata dia.<br /><br />Permintaan agar mobil dikembalikan juga disampaikan Empuyu, Tumenggung Kecamatan Ketungau Tengah. Ia mengatakan, penangkapan mobil Malaysia membuat masyarakat Ketungau gelisah. Karena berdampak pada ekonomi yang makin sulit, kesulitan membawa orang sakit ke pusat pelayanan kesehatan, raskin yang terangkut ke pedalaman serta ancaman gagalnya pemilu karena logistik tak bisa diangkut. Selama puluhan tahun, andalan masyarakat adalah mobil Malaysia.<br /><br />“Mobil Malaysia di Ketungau bukan untuk gaya-gayaan, berfoya-foya atau karena kaya. Mobil tersebut digunakan karena kebutuhan dan sesuai dengan kondisi infrastruktur di perbatasan,” katanya. <br /><br />Ia mengatakan, masyarakat menggunakan mobil Malaysia bukan karena ingin menentang hukum. “Makanya kami mengharapkan kebijakan lokal khusus di Ketungau Hulu dan Ketungau Tengah, demi kepentingan bersama dan masyarakt banyak. Lagipula, pemerintah belum ampu memenuhi kebutuhan infrastruktur masyarakat perbatasan,” katanya. <br /><br />Karana, wakil Ketua DAD Kecamatan Ketungau Tengah mengatakan, toleransi penggunaan mobil Malaysia di Ketungau Hulu dan Ketunga Tengah sudah ada sejak Bupati Sintang dijabat Simon Jalil. Makanya, mobil Malaysia digunakan masyarakat perbatasan sampai sekarang. <br />“Kebijakan itu hanya untuk ketungau hulu dan ketungau tengah saja, tidak bolah dibawa ke ketungau Hilir bahkan ke Sintang,” katanya.<br /><br />Sama seperti dikatakan AH Asih, Tokoh masyarakat Ketungau AH Asih menegaskan bahwa mobil Malaysia di perbatasan bukan hasil mencuri. Mobil tersebut dibeli setelah melalui pos batas. “Kita bukan mencari siapa yang salah, tetapi harus ada solusi nyata untuk mengatasi masalah ini,” tegasnya.<br /><br />Anggota DPRD Sintang dari Dapil Ketungau Melkianus mengatakan sangat mendukung keinginan dan aspirasi masyarakat yang menginginkan pengembalian mobil Malaysia yang diamankan pihak kepolisian. <br /><br />“Secara hukum, mobil malaysia memang ilegal, makanya harus ada solusi untuk mengatasi masalah ini. Minimal, masyarakat diberikan waktu menggunakan mobil Malaysia sampai pemerintah mampu membangun infrastruktur yang layak,” tegasnya.<br /><br />Menurut dia, penegakan hukum yang dilakukan Polres Sintang dengan menarik mobil Malaysia sama saja membunuh masyarakat perbatasan. <br /><br />“Seharusnya, penegakan hukum itu melindungi kepentingan masyarakat, bukan merugikan masyarakat,” tegas politisi Golkar ini. <br /><br />Dukungan yang sama juga disampaikan Mardiansyah dan Theresia. Mardiansyah mengatakan, salah satu langkah yang bisa diambil contohnya dengan mendata mobil Malaysia di perbatasan.</p> <p style="text-align: justify;"><br />“Kalau sudah didata, tidak boleh ada penambahan mobil lagi. Yang paling penting, penegakan hukum jangan tebang pilih. Tangkap satu, tangkap semua,” pintanya.<br /><br />Theresia menambahkan, kebijakan lokal sangat diperlukan untuk mengatasi krisis di perbatasan pasca penangkapan mobil Malaysia. <br /><br />“Mohon ada kebijakan lokal untuk masyarakat di perbatasan. Selama pemerintah tak mampu menyiapkan infrastruktur yang memadai dan jalan bisa dilewati mobil buatan lokal yang legal,” pungkasnya.<em><strong>(das/zal)</strong></em></p>