Pemekaran provinsi baru atau yang kemudian dikenal dengan nama Daerah Otonom Baru (DOB) bukanlah hal yang tabu, karena sudah diatur dalam peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia. Bahkan jika ada pemimpin dan wakil rakyat di wilayah manapun di Republik ini yang enggan mendukung pemekaran daerah, maka hal itu dianggap sebagai sikap yang melanggar undang-undang. <p style="text-align: justify;">Demikian disampaikan Petrus HS, seorang jurnalis warga Sintang yang juga Pemimpin Redaksi media online kalimantan-news.com , Minggu (14/04/2012).<br /><br />“Saya harapkan kita jangan takut untuk mendukung Provinsi Kapuas Raya. Untuk mengetahui layak tidaknya calon provinsi baru ini, kan telah dilakukan kajian dan menelaah dengan melaksanakan survey bahkan peninjauan ke lapangan oleh Komisi II DPR-RI beberapa waktu lalu. Hasilnya sangat direspon positif kok. Jadi kepada masyarakat, pemimpin dan elit politik diwilayah timur Kalbar, janganlah takut dan tabu, bahkan harus merespon sebagai sesuatu yang positif. Pemerintah sudah mengaturnya melalui UU dan PP. Ini demi kesejahteraan bersama,” ungkapnya.<br /><br />Terkait dengan moratorium yang disampaikan SBY melalui Peraturan Presiden yang juga sering diungkapkan oleh Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, dirinya menilai jika moratorium atau penundaan tersebut sangat bertentangan dengan semangat UU yang tertuang dalam UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah serta PP No.78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang menggantikan PP No 129/2000.<br /><br />“Kebijakan itu sangat bertentangan dengan UU Pemerintahan Daerah dan peraturan yang dibuat oleh Kepala Negara sendiri yakni Peraturan Presiden No.78 tahun 2007,” tegasnya.<br /><br />Selain moratorium tidak ada dasar perundang-undangannya, dirinya juga menilai penundaan (moratoriun) tersebut juga sama halnya dengan mematikan aspirasi dari bawah.<br /><br />“Ini sama halnya dengan membunuh secara halus arus dari bawah atau aspirasi masyarakat,” katanya.<br /><br />Sedangkan terkait dengan mandeknya proses PKR di provinsi, dirinya menegaskan Gubernur Kalimantan Barat Cornelis jelas sudah melakukan pelanggaran terhadap UU dan PP.<br /><br /><br /><span style="font-size: x-large;"><strong>"Bukankan beliau sering mengatakan tidak mau menabrak aturan, nah sekarang buktinya, bukan saja menabrak bahkan saya nilai juga mengangkanginya”</strong><br /></span><br /><br />“Tak ada dasar alasan apapun bagi beliau untuk tidak mengeluarkan rekomendasi yang di isyaratkan berdasarkan PP No.78/2007. Bukankan beliau sering mengatakan tidak mau menabrak aturan, nah sekarang buktinya, bukan saja menabrak bahkan saya nilai juga mengangkanginya,” tegasnya.<br /><br />Lanjutnya, jika Gubernur Kalimantan Barat adil dan bijaksana dalam menjalankan aturan yang diistilahkan tidak mau menabarak aturan, tentunya harus memprotes ke pusat mengapa DPR-RI akan membahas 19 DOB padahal moratorium belum dicabut.<br /><br />“Kenapa beliau tidak memprotes, kok ada 19 DOB yang akan dibahas DPR-RI. Katanya konsisten dengan aturan, atau bila perlu dirinya bisa mengusulkan langsung ke presiden agar mencabut saja PP No.78/2007 sehingga dirinya lebih konsisten dengan tidak menabrak aturan. Bukankan beliau ahli hukum dan kalau benar kenapa harus takut?” ujarnya.<br /><br />Petrus menilai, dengan adanya 19 DOB yang akan dibahas oleh DPR-RI, jelas Gubernur Kalimantan Barat sudah melakukan banyak “kebohongan” dengan argumentasi yang selama ini disampaikan ke publik, khususnya kepada masyarakat di wilayah timur Kalimantan Barat<br /><br />“Pertama beliau mengatakan saat berkampanye sebagai Calon Gubernur di Sintang beberapa tahun lalu yang dengan gamblang menyebut mendukung berdirinya PKR, tapi nyatanya? Lalu katanya sangat-sangat konsisten dengan aturan, tapi buktinya?” kata Petrus.<br /><br />Lanjut Petrus, seharusnya Cornelis tidak melakukan peran yang ambigu (ganda), sehingga masyarakat menilai dirinya melakukan kebijakan yang tidak populis. Siapapun pemimpin didunia ini, ungkap Petrus pastilah berkeinginan untuk duduk kembali sebagai pemimpin.<br /><br />“Itu sah-sah saja kok dan aturannya juga ada. Hanya saja jangan double agent, transparan akan lebih elegan. Jauh sebelumnya komunikasikan secara politis kepada Pak Milton selaku Koordinator PKR,dan bahasanya gampang, pokoknya take and give-lah. Tapi jika sekarang mau dilakukan Cornelis, saya rasa nasi sudah jadi bubur alias terlambat. Secara tidak langsung, saya menilai justeru Cornelis sudah memberikan lampu hijau kepada Pak Milton maju sebagai Gubernur Kalbar pada Pilkada nanti,” pungkasnya. (*)</p>