Entah berapa jumlah koleksi buku yang dimilki orang nomor satu di Kabupaten Sintang ini. Tapi yang jelas, didalam ruangan kerja Bupati Sintang ini terdapat dua lemari yang semuanya berisi buku-buku dari berbagai jenis. <p style="text-align: justify;">“Saya tidak tahu persis jumlahnya, tapi yang jelas ratusanlah,” kata Drs.Milton Crosby, M.Si kepada kalimantan-news, Rabu (02/03/2011)<br /><br />Dirinya mengaku, sebagian besar buku-buku koleksinya sudah dibaca bahkan ada yang berulang-ulang dibacanya. Semua buku tersebut kebanyakan dirinya beli ketika sedang dinas luar kota, dan tidak sedikit juga merupakan pemberian dari beberapa kolega.<br /><br />“Belum semuanya saya baca, tapi sebagian besar sudah saya baca sampai berulang kali terutama yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi masyarakat, peraturan perundangan, filsafat, tokoh, keagamaan dan sedikit politik,” katanya.<br /><br />Lalu, kapan dirinya bisa berkesempatan membaca buku-buku tersebut, ditengah kesibukan melayani tamu yang datang kerumah dinas pada setiap harinya. Menurut Milton, setiap kesempatau ataupun diwaktu senggang.<br /><br />“Biasanya saat saya tidak sedang menerima tamu dan malam hari menjelang istirahat adalah waktu yang nyaman untuk membaca,” ungkapnya.<br /><br />Menurut Milton, dirinya tidak akan sesumbar terkait dengan lima budaya yang saat ini tengah ia gencarkan untuk dapat dilaksanakan oleh masyarakat kabupaten Sintang.<br /><br />“Salah satunya adalah budaya gemar membaca,” katanya.<br /><br />Ditambahkan, baginya buku dan membaca adalah harta yang sangat berharga serta tak lekang oleh waktu. Dirinya mengutip pernyataan budayawan Emha Ainun Najib, yang mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat "kekeliruan" tahapan budaya yang berakibat cukup fatal.<br /><br />“Yang dimaksud tahapan budaya di sini adalah dari budaya membaca ke budaya elektronik seperti televisi, HP dan sejenisnya,” kata Milton.<br /><img src="../../data/foto/imagebank/20110303024010_0C65405.jpg" alt="" width="635" height="481" /><br />Dengan demikian, tambah Bupati saat budaya membaca belum terbangun dengan kokoh di Indonesia, masuklah budaya elektronik secara gencar dan masif. Akibatnya budaya membaca yang masih tertatih-tatih itu tergerus tanpa ampun oleh budaya elektronik.<br /><br />“Sangat masuk akal jika budaya membaca itu mampu dikalahkan secara telak oleh budaya elektronik. Pasalnya, budaya yang terakhir ini menawarkan sesuatu yang menyenangkan karena fungsinya memang untuk menghibur, sekalipun budaya elektronik ini bisa juga digunakan untuk media pendidikan, tetapi praktiknya sangat minim,” kata Milton<br /><br />Dalam ranah pendidikan, dirinya menilai, sistem pengajaran yang diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia pada semua jenjang belum begitu serius mendorong budaya membaca di kalangan anak didik.<br /><br />“Penilaian pribadi saya, sepertinya masih ada para pengajar, baik guru ataupun dosen, banyak yang memandang anak didik/mahasiswa sebagai objek belaka. Mereka di ibaratkan seperti "botol kosong" yang siap diisi sepenuhnya oleh para pengajar,” tandasnya<br /><br />Pada saat yang sama guru atau dosen jarang sekali memberikan tugas kepada anak didik/mahasiswa untuk membaca sejumlah buku sebelum masuk kelas. <br /><br />“Bukan sekadar membaca, tentu saja, tetapi juga meresumenya, bahkan jika mampu memberikan komentar atau kritik terhadap isi bahan bacaan tersebut. Sehingga ketika mereka masuk kelas, mereka sudah siap bertanya jawab dengan pengajar,” ungkap Milton<br /><br /><br /><strong>Budaya sejak usia dini</strong><br /><br />Menurut Bupati Sintang, peran keluarga menjadi sangat penting. Kedua orangtualah yang pertama-tama harus menumbuhkan kegemaran membaca pada anak-anak sejak usia balita.<br /><br />“Kita bisa memulainya dari menyediakan buku-buku anak-anak di rumah kita. Sediakan pula mainan-mainan yang dapat merangsang anak untuk membaca, seperti alfabet dari kayu, huruf-huruf dari plastik, puzzle berbentuk abjad, dan sebagainya,” ungkapnya.<br /><br />Tetapi yang jauh lebih penting dari menyediakan bahan-bahan tersebut, tambahnya adalah bagaimana orang tua dapat memanfaatkannya bersama-sama dengan anak-anaknya. <br /><br />“Artinya, orangtua tidak sekadar membelikan buku dan peralatan lainnya, tetapi bagaimana mereka sendiri harus memberikan contoh kepada anak-anak dalam hal membaca,” katanya. <br /><br />Denga demikian anak-anak yang terbiasa melihat orangtuanya atau orang dewasa di sekitar mereka membaca buku akan tertarik menirunya. <br /><br />“Ingatlah, anak-anak paling suka meniru segala sesuatu yang terjadi di sekitar mereka.” pungkasnya. <strong>(*)</strong></p>