Musik dan lagu asli Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, kurang mendapatkan apresiasi dari masyarakat asli sehingga belum bisa berkembang layaknya aliran musik lainnya. <p style="text-align: justify;">Kepala UPTD Taman Budaya Akhmadi Soufyan di Banjarmasin, Rabu mengatakan, di Kalsel terdapat 114 orang pencipta lagu Banjar yang cukup handal dan produktif. <br /><br />Namun sayang, kata dia, hasil karya mereka kurang mendapatkan apresiasi dari masyarakat maupun pengusaha, sehingga perkembangan musik Banjar seakan-akan stagnan. <br /><br />"Kita sulit menempatkan musik Banjar sebagai salah satu musik yang digemari oleh masyarakatnya sendiri terutama generasi muda," katanya. <br /><br />Hal tersebut terjadi, kata dia, karena untuk membuat musik termasuk vidio klip memerlukan biaya cukup mahal, sedangkan belum banyak pengusaha yang bersedia mendanai eksistensi pencipta lagu tersebut. <br /><br />Menurut Soufyan, pelaku seni di Kalsel pada dasarnya cukup banyak, namun dukungan masyarakat belum terlalu besar, sehingga budaya asli banua kurang berkembang bahkan beberapa diantaranya mulai menghilang. <br /><br />Salah satu budaya yang kini hilang adalah musik Bamban yaitu sejenis musik Tanjidor Betawi yang dulu berkembang di daerah Hulu Sungai. <br /><br />Karena tidak ada generasi penerus, akhirnya musik yang biasa ditampilkan pada acara perkawinan tersebut kini hilang dan diganti dengan musik dangdut dan lain sebagainya. <br /><br />Mengantisipasi hal tesebut, Pemprov Kalsel mendukung rencana pengembangan areal taman budaya sebagai pusat Kebudayaan Banjar. <br /><br />Sekretaris Daerah Mukhlis Gafuri juga mendukung realisasi beberapa program pengembangan seperti panggung terapung. <br /><br />Menurut dia, seni dan budaya daerah harus tetap dikembangkan sebagai salah satu sarana hiburan dan identitas daerah. <strong>(phs/Ant)</strong></p>