PBS Kalteng Pasok Minyak Goreng Tak Berlabel

oleh
oleh

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengungkapkan, perkebunan besar swasta kelapa sawit ternyata ikut memasok minyak goreng curah tidak berlabel. <p style="text-align: justify;">"Berdasarkan hasil penelusuran yang kami lakukan PBS kelapa sawit pemasok minyak gorang tidak berlabel tersebut adalah Sukajadi Sawit Mekar (PT SSM), Karya Makmur Bahagia (PT KMB) BGA Group, dan dari Makin Group, " kata Kepala Disperindag Kabupaten Kotim, Kaspul Bahri di Sampit, Jumat.<br /><br />Keberadaan minyak goreng curah tidak berlabel yang beredar bebas di pasar Sampit, dikhawatirkan bakal menimbulkan efek tidak baik pada kesehatan apabila dikonsumsi karena tidak mencantumkan komposisi bahan yang terkandung pada minyak curah tersebut.<br /><br />Minyak curah tersebut juga tidak dikemas dengan baik, sebagian minyak curah dikemas dalam botol-botol minuman ringan dan sebagian lagi dikemas dengan menggunakan plastik biasa.<br /><br />Menurut Kaspul, pihaknya telah memberikan surat pemberitahuan kepada masing-masing perusahaan agar mencantumkan label serta memberikan pemberitahuan mengenai bahan kandungan yang terdapat pada kemasan minyak goreng tersebut.<br /><br />Sebaiknya, perusahaan pemasok segera melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat mengenai pembuatan label merek dan komposisi bahan.<br /><br />Dengan dicantumkannya komposisi dan masa berlaku barang masyarakat sebagai pembeli serta konsumen dapat mengetahui apa saja komposisi dalam minyak curah tersebut.<br /><br />"Sampai saat ini kami belum ada memberikan teguran atau peringatan terhadap PBS kelapa sawit yang memasok minyak goreng curah tidak berlebel dan hanya sebatas melakukan pembinaan atau imbauan saja karena hingga saat ini belum ada laporan adanya jatuh korban," katanya.<br /><br />Sebetulnya pemasaran minyak goreng curah tidak berlabel telah melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, melanggar hak-hak konsumen sebagai pembeli dan pengguna bahan.<br /><br />Namun bagian terbesar masyarakat belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen tersebut.<br /><br />Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran akan dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.<br /><br />Terhadap pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian.<br /><br />Berdasarkan pasal 18 ayat 1 huruf b.2 pelaku usaha bisa dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta. <strong>(phs/Ant)</strong></p>