Pelajar SMP Negeri 2 Loa Kulu di Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berharap bisa kembali belajar secara normal. <p style="text-align: justify;">"Sejak pertama masuk sekolah setelah libur Idul Fitri yani pada 23 Agustus 2012 kami harus belajar di lantai depan ruangan kelas. Kondisi ini sangat menyiksa kami sebab selain tidak bisa berkonsentrasi menerima pelajaran dari guru, punggung kami juga terasa sakit karena harus menulis dengan cara membungkuk," ungkap salah seorang pelajar Kelas IF, Surya, Jumat.<br /><br />Selama lebih dua pekan, kata Surya, 475 pelajar SMP Negeri 2 Loa Kulu terpaksa belajar di lantai dengan cara duduk menggunakan alas seadanya.<br /><br />Selain harus tersiksa akibat mengikuti pelajaran dengan cara duduk di lantai, sejak proses belajar mengajar yang berlangsung di luar ruang kelas itu juga membuat para pelajar harus pulang lebih awal.<br /><br />"Secara normal, kami masuk belajar mulai pukul 07.30 Wita hingga 13.00 Wita. Namun sekarang, kami dipulangkan lebih awal yakni pukul 09.00 Wita dan paling lambat pukul 11.00 Wita," katanya.<br /><br />"Jadi, sejak dua minggu terakhir kami tidak bisa menyerap pelajaran dengan baik karena waktu belajar normalnya kurang dan proses belajarnya juga terganggu," ungkap Surya.<br /><br />Pelajar lainnya, Wisnu berharap proses belajar mengajar di sekolahnya secepatnya bisa kembali normal.<br /><br />"Kami ingin, kembali belajar di dalam ruang kelas sehingga bisa menyerap materi pelajaran dengan baik. Kalau belajar di luar ruangan selain bising juga posisi duduk kami yang tidak baik sehingga kurang bisa berkonsentrasi," kata Wisnu.<br /><br />Guru BP SMP Negeri 2 Loa Kulu, Heri Santoso mengatakan, proses belajar mengajar terpaksa dilakukan di luar ruangan akibat kondisi ruang belajar yang tidak layak karena dipenuhi debu batu bara.<br /><br />"Proses belajar mengajar tidak mungkin bisa dilakukan di dalam ruangan kelas kerena kondisinya kotor penuh debu berwarna hitam," kata Heri Santoso.<br /><br />Sebenarnya, lanjutnya, belajar di luar juga sangat berbahaya sebab anak didik dan guru langsung menghisap udara yang diduga sudah tercemar tetapi hanya cara itu yang bisa dilakukan.<br /><br />"Sebab jika kegiatan belajar dihentikan kasihan mereka yang tidak lama lagi akan menghadapi ujian tengah semester," katanya.<br /><br />Hingga saat ini kata dia, belum ada perhatian serius dari pihak perusahaan tambang batu bara yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari sekolah tersebut untuk mengatasi pencemaran udara itu.<br /><br />"Pernah dilakukan penyemprotan yakni pada 2010 lalu tetapi hanya sekali dan sampai sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Namun, yang harus dilakukan bagaimana cara agar udara di sekitar Desa Jembayan bisa kembali bersih sehingga tidak mengancam kesehatan masyarakat khususnya di sekolah kami," kata Heri Santoso. <strong>(phs/Ant)</strong></p>