Sejumlah pelatih sepak bola di Nusa Tenggara Timur berharap konflik PSSI dengan pemerintah yang tengah berproses di pengadilan segera berakhir agar aktivitas kembali berjalan seperti kompetisi antarliga. <p style="text-align: justify;">Harapan itu dikemukakan Antonius Kia (52), mantan atlet sepak bola yang kini menjadi pelatih senior di klub Persatuan Sepak Bola Kota Kupang (PSKK) Provini Nusa Tenggara Timur kepada Antara di Kupang, Jumat, menanggapi pembekuan PSSI oleh Kemenpora setelah La Nyalla Mattalitti terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2015-2019 pada Kongres Luar Biasa (KLB) di Hotel JW Marriot, Surabaya, Jawa Timur.<br /><br />Bagi ayah dari Dony Kia, IKa Kia dan Selma Kia, Birgita Kia ini, tindakan pembekuan ini pada satu sisi dapat dibenarkan karena terkait dengan soal transparansi keuangan yang melibatkan sponsor, klub, dan sistem pembayarannya yang harus dibenahi, namun pada sisi lain telah merugikan pihak lain termasuk klub dan atlit sepak bola di daerah yang tidak terlalu peduli dengan konflik internal di PSSI itu.<br /><br />Mantan kapten PSKK Kota Kupang itu mengatakan dalam dunia persepakbolaan dikenal dua jabatan yaitu amatiran dan profesional. "Amatiran itu hanya sekedar menyalurkan hobi dibidang sepak bola, sehingga kapan dan dimana saja dia dapat bermain bola kaki apakah di kelompok ataupun di lingkup yang lebih terbatas," katanya sambil mengaku mengenal sepak bola sejak Sekolah Dasar 1977.<br /><br />Sementara bagi kaum profesional, kata suami dari Marselina Nahak itu, dunia sepak bola telah menjadi pilihan hidupnya bahkan menggantungkan harapan untuk hidup dan menghidupi diri dan orang lain dari bermain bola di Liga atau Klub-klub ternama lainnya di Indonesia (Indonesia Super League-ISL), bahkan dunia sekalipun.<br /><br />Jadi menurut Asisten Pelatih Pra PON bersama Pelatih Nasional Alex Saununu untuk seleksi atlit sepak bola dari NTT ke PON mendatang itu konflik yang saat ini dipertontonkan PSSI itu dengan pembekuan yang dilakukan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, itu telah membawa dampak besar bagi kesejahteraan mereka yang telah menjadikan sepak bola sebagai pilihan dan pegangan hidup.<br /><br />"Kita jangan semata melihat person dari pemain itu sendiri, tetapi harus dilihat secara menyeluruh bahwa dibelakang dia (pemain profesional itu) ada tanggungjawab untuk menghidupi istri, anak dan keluarga," kata Kia yang pernah membawa Kesebelasan dari NTT ke PON Prestasi di Jakarta 1983.<br /><br />Menjadi pelatih Sepak bola pada 2003 itu menyebut atau anak asuhannya di PSKK Raimundus Mensen Mantola yang sudah disepakati bersama untuk memperkuat "Borneo FC" di Kalimantan terpaksa harus kembali ke Kupang, terkait dengan pembekuan PSSI, sehingga benar-benar mengecewakan. "Jadi semua aktivitas di klu-klub ISL dihentikan hingga ada pemberitahuan selanjutnya," kata PNS di Kota Kupang ini.<br /><br />Sementara itu dari sisi wadah dan organisasi, pembekuan terhadap PSSI sesungguhnya berdasarkan statuta dan peraturan yang ada, harus dilakukan oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) yang menaungi PSSI dan bukannya oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi karena menyalahi Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, KUH Perdata, dan PP Nomor 16 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Olahraga.<br /><br />"Jadi apabila ada kekisruhan seperti saat ini, dan ditemukan adanya ketidak becusan dalam mengelola organisasi itu, harusnya dikomunikasikan dengan pihak terkait secara baik termasuk juga dengan FIFA, sehingga ketika kemudian, tidak mencelakakan organisasi sepak bola seperti PSSI," katanya.<br /><br />Kia yang pada 2014 lalu membawa tim dari NTT untuk Piala Suratim (17 tahun) dan berhasil masuk posisi 16 besar itu menyebut contoh kasus di Brunei Darussalam yang mendapat skorsing dari FIFA ketika akan mengikuti pertandingan ditingkat Asean Games, AFC atau Liga Antarklub-klub, harus dilarang FIFA untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti itu.<br /><br />"Ingat bahwa PSSI itu merupakan wadah atau organisasi sepak bola yang independen dan merujuk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan Statuta FIFA. Sehingga kalau kemudian Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai perpanjangan tangan pemerintah Indonesia membekukan PSSI, membuat banyak atlet, offisial dan pelatih serta peminat dan pemerhati sepak bola bertanya-tanya," katanya.<br /><br />Saat ini, kata Pendiri Sekolah Sepak Bola "Tunas Muda" Kupang ini, kebijakan pembekuan telah terjadi bahkan pemerintah berencana membentuk Tim Transisi yang akan mengelola semua aktivitas persepakbolaan nasional yang selama ini dikendalikan oleh PSSI.<br /><br />Sehingga silahkan dilanjutkan, meskipun demikian, sebagai orang lapangan dan pelatih, berprinsip, PSSI dibekukan, namun roh dan jiwa dari sepak bola tidak mati tetapi terus menggelinding seperti ketika sikulit bundar menari di atas rerumputan nan hijau.<br /><br />"Jadi PSSI akankah ada atau tidak lagi, masyarakat peminat dan hobi sepak bola terus bermain di lapangan, halaman rumah, jalan raya, pantai bahkan lorong-lorong dan setapak sekalipun, karena masyarakat telah mencintai akan sepak bola, baik tingkat daerah, nasional maupun internasional, tanpa harus dibebani dengan permainan politik kepentingan," katanya. (das/ant)</p>