Pemerintah Pelajari Kasus Dua WNI Dihukum Gantung

oleh
oleh

Pemerintah Kota Pontianak menyatakan, akan mempelajari kasus dua warga negara Indonesia (WNI) asal Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully Hiu (20) yang divonis hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor, Kamis (18/10). <p style="text-align: justify;">"Kami akan mempelajari dulu kasusnya, kenapa dua warga Pontianak sampai diberikan hukuman gantung hingga mati oleh Mahkamah Tinggi Malaysia," kata Wali Kota Pontianak Sutarmidji di Pontianak, Jumat.<br /><br />Sebelumnya, Kamis (18/10) Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor menjatuhkan vonis hukuman gantung sampai mati kepada dua WNI bersaudara, Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu yang didakwa membunuh Kharti Raja, warga Negara Malaysia beretnis India, 3 Desember 2010.<br /><br />Hakim tunggal Nur Cahaya Rashad mengabulkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Zainal Azwar yang menjerat keduanya dengan pasal 302 Undang-undang pidana Malaysia dengan hukuman maksimal gantung sampai mati.<br /><br />Sutarmidji menjelaskan, saat ini pihaknya belum mendapat informasi terkait dua warga Kota Pontianak yang mendapat hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Malaysia itu.<br /><br />Kalau sudah mendapat informasi secara resmi dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, baru akan dikaji terkait langkah-langkah apa yang perlu dilakukan. "Kami akan cek, kedua warga Pontianak itu terlibat apa, baru bisa diambil langkah apa," ujarnya.<br /><br />Wali Kota Pontianak menyesalkan, masih adanya warga Kota Pontianak yang menjadi TKI di Malaysia, padahal di Pontianak sendiri banyak lapangan pekerjaan dan gajinya lebih besar dari di Malaysia.<br /><br />"Akibatnya, sampai- sampai untuk membangun jalan dan infrastruktur lainnya harus mendatangkan tenaga kerja dari Pulau Jawa, kenapa warga Pontianak sendiri malah jadi TKI," kata dia.<br /><br />Menurut Sutarmidji, mereka yang menjadi TKI, karena pilih-pilih pekerjaan saja, untuk upah tukang (kernet) saja di Kota Pontianak berkisar Rp60 ribu, sementara kepala tukang bisa Rp100 ribu/hari, di Malaysia mungkin lebih kecil dari itu.<br /><br />Sementara itu, dalam pembelaannya, Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu menyatakan bahwa Kharti Raja adalah pencuri yang mereka tangkap. Kejadian berlangsung pada Desember 2010. Keduanya sedang tidur di rumahnya, nomor 34 Jalan 4, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang, Selangor.<br /><br />Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seseorang yang masuk kerumah mereka melalui atap. Frans berusaha menangkap lelaki berpostur tinggi besar yang masuk ke rumahnya hingga sempat terjadi perkelahian, sementara Dharry berusaha lari karena takut melihat pencuri tersebut.<br /><br />Setelah beberapa lama bergelut, Frans berhasil menangkap si pencuri dan menguncinya dari belakang hingga yang bersangkutan kehabisan nafas dan meninggal.<br /><br />Sayang, di pengadilan Frans dan Dharry malah divonis bersalah karena dituduh menyebabkan kematian Kharti Raja. Melalui pengacara Yusuf Rahman, keduanya yang bekerja sebagai penjaga Play Station di Malaysia tersebut langsung mengajukan banding ke Mahkamah Banding (mahkamah rayuan).<br /><br />Sebelum meneken memori banding, keduanya meminta tolong agar disediakan tambahan pengacara.<br /><br />"Tolong sampaikan ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) agar membantu kami dengan menambah pengacara yang lebih baik," kata Frans singkat.<br /><br />Saat ini Frans dan Dharry didampingi Yusuf Rahman, pengacara yang disewa oleh majikan tempatnya bekerja. <strong>(phs/Ant)</strong></p>