Pemimpin Hebat, Berani Menetapkan Keputusan Sulit

oleh
oleh

Banyak hal di negeri ini yang sesungguhnya memerlukan keputusan dengan segera. Soal Pengurangan Subsidi BBM bagi orang kaya, soal kisruh Ujian Nasional, atau juga soal Monorail dan Jembatan Selat Sunda yang tidak kunjung dibangun. <p>Namun sayangnya, banyak pemimpin negeri ini lebih sering berwacana daripada menetapkan keputusan untuk menyelesaikan persoalan terebut.<br />Alkisah, mendiang presiden negeri ini pernah menggambarkan pentingnya seorang pemimpin untuk menetapkan suatu keputusan ketika menghadapi dua atau lebih pertimbangan dan argumentasi.<br />Digambarkan olehnya, tentang seorang pemimpin Negara yang memiliki dua penasihat spiritual. Satu orang penasihat spriritual berasal dari tentara dan satu penasihat spiritual lainnya adalah seorang ustdaz.<br />Pada suatu saat, pemimpin Negara tersebut akan turun dari ke kendaraan dinasnya didampingi dua penasihat spiritualnya. Akan tetapi, tatkala hendak turun kendaraan dengan kaki kiri, seorang penasihat spiritual yang berlatarbelakang ustadz menyarankan agar sang pemimpin lebih baik menggunakan kaki kanan, sebab di dalam sunnah Nabi, hal-hal yang baik diawali dengan kaki atau tangan sebelah kanan.<br />Namun seorang penasihat lain yang berlatarbelakang tetara, menyarankan pemimpin tersebut agar menggunakan kaki kiri dulu untuk naik ke kendaraan dinas. Sebab lazimnya di ketentaraan, langkah kaki itu selalu diawali oleh kaki kiri.<br /><br />Akhirnya sang pemimpin tadi yang sangat mempercayai kedua penasihat spiritualnya mengalami kebingungan sendiri. Ia urung turun, bimbang, untuk turun kendaraan dengan kaki kiri sesuai aturan ketentaraan atau turun kendaraan dengan kaki kanan sesuai sunnah nabi.<br />Melihat Pemimpin Negara itu bimbang, sang istri yang sudah keluar kendaraan lebih awal langsung memarahi dua penasihat spiritual tadi, dan meminta suaminya yang pemimpin Negara untuk segera turun. Tidak penting dengan kaki kira atau kanan, yang penting turun, karena acara kenegaraan segera dimulai.<br />Soal Bahan Bakar Minyak bersubsidi saat ini, sudah sangat sering pemerintah mengeluarkan beragam wacana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri tentu sudah diberi banyak masukan dan saran oleh para pembantu dan penasihatnya. Dulu sempat ada wacana pembatasan Bensin Premium untuk kendaraan ber-CC 1500 lebih. Kemudian wacana rencana pembatasan melalui tahun pembuatan kendaraan.<br /><br />Sudah berbulan-bulan berlalu, wacana itu hanya tetap tinggal wacana. Bahkan kini pun, pemerintah masih bewacana soal dua model harga bensin premium. Pada contoh lain, Pemerintahan Jokowi – Ahok di Ibukota Jakarta, sampai sekarang juga masih terus berwacana soal pembangunan Monorail dan MRT untuk mengurangi kemacetan. Wacana tetaplah wacana nya Jokowi – AHok, sedangkan kemacetan semakin parah di Jakarta.<br />Soal Jembatan Selat Sunda juga demikian. Padahal kajiannya sudah bertahun-tahun silam, tetapi toh satu tiang pun belum tampak di Selat Sunda.<br /><br />Banyak persoalan di negeri ini yang tidak tuntas, karena pemimpinnya hanya pandai berwacana. Dan pemimpin tersebut bukan saja Susilo Bambang Yudhoyono atau Jokowi-Ahok, tetapi pada banyak pemimpin.<br />Setiap keputusan tentu saja berisiko. Pasti ada yang suka dan pasti tidak. Namun ketika kemaslahatan atas keputusan tersebut harus diambil, maka tentu harus segera ditetapkan. Bagi PNS, mungkin nama Gus Dur tidak akan pernah terupakan, ketika ia menerbitkan kebijakan untuk memberi kenaikan gaji PNS dalam jumlah yang sangat signifikan pada eranya.<br /><br />Selain itu, sangat mungkin hingga hari ini kita masih akan sering makan dengan masakan dengan campuran aroma minyak tanah, kalau saja Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika itu, berubah pikiran soal Gas Elpiji 3 Kg.<br />Harusnya, saat ini, Presiden SBY mengambil langkah tegas terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhamad Nuh, karena kisruh Pendidikan Nasional. Seringkali, kehebatan pemimpin itu bukan diukur dari kepintaran, gelar atau pendidikannya. Namun keberanian menanggung risiko atas keputusannya adalah jauh lebih penting bagi khalayak luas. Menurut seorang ahli politik di mesir , Taufiq Al Wa’iy.</p> <p><br />Bahkan, ketika pemimpin itu dihadapkan pada dua pilihan buruk, maka tetap harus diputuskan, pilihan mana yang buruknya tidak terlalu banyak, dan tetap ada kebaikan walau sedikit. Karena itu, pemimpin besar, adalah orang yang berani menetapkan keputusan sulit dan siap menanggung risikonya. Dan risiko itu biasanya tidak akan lama, sebab karakter manusia biasanya mudah lupa atas peristiwa yang sudah berlalu. Sekian komentar. <strong><em>(das/wd/ds/bcs/rri)  </em></strong></p>