SINTANG, KN – Bupati Sintang Jarot Winarno menegaskan bentuk dukungan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sintang terhadap kegiatan pelestarian kearifan lokal adat dan budaya antaran lain dengan mengeluarkan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Menurut Jarot, sejak tahun 2020 dirinya sudah mengeluarkan empat Surat Keputusan (SK) pengakuan dan perlindungan wilayah adat.
“Rinciannya, SK untuk masyarakat Dayak Seberuang di Nanga Silit, Ansok, Lanjau Riam Batu dan masyarakat Uud Danum di Rioi, serta di tambah lagi dua hutan desa dan enam kawasan ekobudaya,” ungkap Jarot.
Upaya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat ini, kata Jarot, bagian dari menjaga kearifan lokal dan menjaga sumber daya alam yang dimiliki agar tidak cepat habis.
Pemkab Sintang juga sudah berupaya menyusun rencana induk perkebunan, di mana batas toleransi perkebunan sawit di Kabupaten Sintang hanya 200.000 hektar dan sisanya punya masyarakat.
“sehingga masyarakat adat pemilik sah dari tanah air wilayah adat ini, yang nantinya bisa berkembang semakin maju kedepan lagi,” jelas Jarot.
Jarot berharap, beberapa keputusan bupati yang sudah di keluarkan bisa ditindaklanjuti dengan segera masuknya kegiatan hutan perindustrian sehingga harus di kelola lagi, dan suatu saat masyarkat adat bebas dengan tidak adanya kriminalisasi lagi untuk dapat mengelola hutan-hutan di wilayah adatnya masing-masing.
Hal itu diperkuat dengan peraturan Bupati nomor 18 tahun 2020 tentang tata cara pembukaan lahan dengan cara membakar. Sehingga masyarakat yang berladang pun di lindungan dengan adanya peraturan Bupati tersebut.
“Bakar landang di lindungi, karena kita punya peraturan Bupati nomor 18 tahun 2020, kita lindungi buat masyarakat adat yang berladang , bukan masyarakat adat yang bakar untuk nanam sawit, yang berladang kita lindungi tidak akan ada kriminalisasi. Sekali lagi sk yang di serahkan ini bunyinya adalah perlindungan dan pengakuan wilayah adat,” jelas Jarot. (GS)