Penambangan emas secara tradisional (mendulang) di wilayah Selaruh, Pulau Laut Tengah, Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), akhir-akhir ini semakin marak. <p style="text-align: justify;">"Pekerjaan mendulang itu kini menjadi pekerjaan alternatif bagi para mantan pekerja kayu, karena tidak ada usaha lain," kata Kepala Desa Selaru, Abdul Malik, Jumat (25/02/2011). <br /><br />Dijelaskan, saat ini di lokasi tambang emas tradisional di KM 34, Selaru dan Sungai Buah, terdapat sekitar 1.000 orang lebih pekerja tambang emas tradisional yang berasal dari berbagai daerah di Kotabaru, Kabupaten Banjar dan daerah lain di Kalsel. <br /><br />Padahal, sebelumnya pendulang emas itu hanya berjumlah kurang dari 100 orang. <br /><br />"Jumlah pendulang itu membludak setelah penebangan kayu ditertibkan," ujarnya. <br /><br />Habis tidak ada pekerjaan lain, selain menjadi pendulang emas," ujar Zamsani, warga Selaru yang juga Pegawai Pencatan Nikah (PPN) Selaru. <br /><br />Menjadi pendulang emas adalah satu-satunya mata pencaharian mantan pekerja kayu tersebut. <br /><br />Meski hasilnya tidak menentu, warga yang bukan hanya berasal dari Desa Selaru itu tetap bertahan menjadi pendulang emas dengan memakai alat dulang (kayu setebal 2,5 cm berbentuk bulat dengan deameter sekitar 70 cm 90 cm). <br /><br />Kadang-kadang mereka bisa mendapatkan Rp300 ribu per hari, tetapi juga pernah tidak mendapatkan penghasilan dalam beberapa hari. <br /><br />Dengan maraknya pendulangan emas tersebut, perangkat desa bersama pemerintah mulai mengarahkan warganya untuk mengola tanah dengan menanam padi. <br /><br />"Baru-baru ini di daerah kami sudah ada pembukaan sawah seluas 50 hektare, mudah-mudahan sebagian warga yang tidak turut mendulang bisa bekerja sebagai petani," terang Zamsani. <strong>(phs/Ant)</strong></p>