Pengamat: Indonesia Belum Siap Open Sky Policy

oleh
oleh

Pengamat Transportasi Udara Kalimantan Barat, Syarif Usmulyani Alkadrie menilai Indonesia belum siap dalam menghadapi Open Sky Policy, dimana ruang udara negara ini akan terbuka untuk negara ASEAN lainnya. <p style="text-align: justify;">"Saya katakan belum siap dalam arti mengenai tata ruang udara serta grand design perencanaan penerbangan yang dapat menguntungkan Indonesia," kata Usmulyani di Sungai Raya, Rabu.<br /><br />Menurut dia, dengan terbukanya kawasan udara tersebut akan memberikan peluang bagi negara-negara ASEAN untuk melintas di atas kawasan udara dari Indonesia.<br /><br />"Hal tersebut tentunya akan berdampak pada kebijakan sosial, ekonomi, bahkan pertahanan keamanan. Dengan demikian eksistensi kita sebagai sebuah negara akan berkurang," katanya.<br /><br />Permasalahan lainnya yang bisa ditimbulkan dari Open Sky Policy tersebut, lanjutnya, juga bisa mengancam keutuhan negara kedaulatan Negara Republik Indonesia, karena berdasarkan defenisinya Open Sky Policy adalah merupakan kebijakan terbukanya kawasan udara negara seluruh negara ASEAN untuk melintas bebas.<br /><br />"Sesuai dengan konvensi Chicago bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara, daratan dan udara. Akan tetapi pada kenyataan masih terdapat ruang udara seperti di kepulauan Anambas dan Kepulaun Natuna kawasan udaranya saat ini dikuasai oleh Singapura," tuturnya.<br /><br />Menurutnya, meski saat ini untuk Lanud Supadio telah diperkuat dengan Oerlikon Skyshield, namun dirinya menilai belum memberikan dampak secara jelas untuk eksistensi sebuah negara, karena untuk melakukan tindakan Lanud Supadio dan Indonesia tidak memiliki otoritas penuh.<br /><br />"Karena kalau ingin bergerak kita harus lapor dulu kepada mereka. Akan tetapi kita bisa melakukan demikian kalau kita membuat perjanjian tertentu," katanya.<br /><br />Menurutnya peningkatan Alutsista perlu diseimbangkan dengan otoritas dan aturan yang tepat. Jangan sampai kita punya alat akan tetapi tidak bisa berbuat.<br /><br />"Kita punya ruang udara, akan tetapi ruang udaranya dikuasai oleh negara lain, artinya kita berdaulat di negara kita. Oleh karena itu, untuk memastikan itu merupakan kewenangan udara milik kita, harus kita kuasai dulu ruang udara milik kita," kata Usmulyani.<br /><br />Namun, dia mengharapkan harus ada pemikiran dari para kelompok ahli di Indonesia untuk berembuk, merumuskan solusi untuk menyikapi kondisi ini, agar kebijakan Open Sky Policy dapat dijadikan peluang positif untuk mengoptimalkan penerbangan Indonesia secara maksimal. (das/ant)</p>