Perhatikan Tiga Pilar Sawit

oleh
oleh

Komoditas sawit merupakan anugrah sama seperti karet, lada, maupun coklat. Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit Nasional Arifin memastikan tekanan selama ini dari aktivitas mengarah pada sistem perusahaan perkebunan sawit skala besar. Terbukti sistem perusahaan perkebunan cenderung memarjinalkan masyarakat sekitar dan berdampak perubahan ekologis. <p style="text-align: justify;">“Sepanjang sistem seperti sekarang maka perlawanan terus timbul,” katanya.<br /><br />Waktunya menurut Arifin petani mandiri menanam sawit. Petani dengan keterbatasan modal dan peralatan cukup akrab dengan lingkungan. Keuntungan juga langsung berdampak pada peningkatan hidup petani. <br /><br />“Ini kategori berkeadilan,” sebut dia.<br /><br />Arifin menyebut tiga pilar yang harus diperhatikan ketika masyarakat hendak mempertimbangkan menanam sawit. Pertama, ekonomi. kedua keberlanjutan, dan ketiga social. Jika ekonomi petani tetap minim maka lebih baik beralih ke komoditas lain. Buat apa menanam sawit jika lingkungan di sekitqr menjadi rusak. <br /><br />“Sosial menjadi kacau maka lebih baik tolak,” ungkapnya.<br /><br />Sementara itu, warga Dusun Empering Tugiyo mengatakan mendapat penghasilan RP4 juta per bulan dari dua hektar lahan sawitnya. Usia sawit sudah mencapai 20 tahun. <br /><br />“Kita bersiap untuk biaya menanam kembali pohon sawit yang telah tua,” papar dia.<br /><br />Lebih lanjut, Tugiyo berharap harga sawit naik dibandingkan harga saat ini. Mengingat, harga beras dan Sembilan bahan pokok turut naik. <br /><br />“Idealnya harga sawit mencapai Rp2.000 per kilogram,” jelas dia. <strong>(phs)</strong></p>