Perkebunan Sawit Tidak ISPO Harus Diproses Hukum

oleh
oleh

Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan Achmad Manggabarani menyatakan, perkebunan sawit yang tidak memenuhi syarat-syarat pelestarian lingkungan berkelanjutan atau Sustainable Palm Oil (ISPO) harus diproses hukum. <p style="text-align: justify;">"Kalau ada perusahaan perkebunan sawit yang melanggar aturan, pemerintah hendaknya tegas menindak perusahaan itu, dan jangan sampai semua perkebunan sawit disamaratakan," kata Achmad Manggabarani saat menjadi pembicara seminar tentang Kebijakan pengembangan perkebunan berkelanjutan di Rektorat Universitas Tanjungpura Pontianak, Rabu.<br /><br />Ia menyambut baik langkah pemerintah yang mewajibkan semua perusahaan perkebunan sawit yang harus memenuhi syarat-syarat pelestarian lingkungan berkelanjutan atau ISPO.<br /><br />"Sehingga tidak ada alasan lagi bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk menuding perkebunan sawit berperan dalam perusakan lingkungan," ujarnya.<br /><br />Achmad menambahkan, isu-isu negatif sering ditujukan kepada perkebunan sawit bagi yang punya kepentingan dibalik isu tersebut, seperti sawit sering disebut-sebut sebagai penyebab rusaknya lingkungan hidup, penyebab rusaknya hutan, tumbuhan yang banyak menyerap air sehingga menyebabkan kekeringan di lingkungan sekitar dan lain-lain.<br /><br />"Padahal tidak semuanya benar, hanya beberapa perusahaan saja yang mungkin tidak mengindahkan lingkungan sekitar sehingga dipukul rata sawit penyebab kerusakan lingkungan," ujarnya.<br /><br />Sebelumnya, Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Susanto membenarkan industri kelapa sawit saat ini juga menghadapi tekanan dunia internasional terhadap produk kelapa sawit Indonesia sehingga bebannya semakin bertambah berat bagi kelanjutan usaha industri itu sendiri.<br /><br />Padahal industri kelapa sawit menjadi salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja, salah satu penghasil devisa nonmigas terbesar, serta menjadi agen pembangunan khususnya untuk pembukaan wilayah terpencil, di samping itu sekitar 43 persen dari total perkebunan kelapa sawit Indonesia dimiliki oleh para petani kecil.<br /><br />"Kondisi di atas sangat bertolak belakang dengan negara jiran kita yaitu Malaysia," ujarnya.<br /><br />Pemerintah Malaysia sadar, industri kelapa sawit salah satu pilar bagi perekonomian Malaysia, sehingga industri kelapa sawit mereka berikan dukungan oleh pemerintah sana dengan menyediakan biaya dan sumber daya manusia untuk riset dan pengembangan yang sangat besar.<br /><br />Selain itu pemerintah Malaysia juga secara aktif melakukan promosi dan pembukaan pasar luar negeri melalui "The Malaysian Palm Oil Council" (MPOC) yang ada di berbagai negara tujuan ekspor serta secara aktif dengan dukungan dana yang besar untuk melawan kampanye negatif terhadap kelapa sawit, kata Susanto. <strong>(phs/Ant)</strong></p>