"Pertarungan" Pun Dimulai Di MK

oleh
oleh

Setelah perebutan suara berlangsung pada 9 Juli 2014, maka kini masyarakat di seluruh Tanah Air bisa mengikuti pertarungan babak kedua antara Prabowo Subianto- Hatta Rajasa melawan Joko Widodo-Mohammad Jusuf Kalla yang berlangsung di Mahkamah Agung (MK). <p style="text-align: justify;">Babak ini terjadi karena Prabowo mengajukan gugatan terhadap penyelengaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.<br /><br />Sejak Rabu pagi, entah berapa puluh kali terdengar suara sirine dari mobil-mobil petugas keamanan terutama jajaran Polda Metro Jaya yang bertugas melakukan pengamanan fisik sidang Mahkamah Konstitusi (MK). <br /><br />Untuk hari pertama saja, yakni Rabu(6/8) Polda Metro Jaya harus mengerahkan sekitar 1.500 petugasnya untuk melakukan penjagaan atau pengamanan fisik terhadap jalannya sidang di MK yang dijadwalkan akan berakhir pada 21 Agustus 2014.<br /><br />Akan begitu serukah pertandingan babak kedua antara Prabowo-Hatta Rajasa dengan Jokowi-Jusuf Kalla yang oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2014? <br /><br />KPU telah menyatakan bahwa Jokowi-Jusuf Kalla meraih 70.997.833 suara, sementara Prabowo-Hatta Rajasa mendapat dukungan dari 62.576.444 suara.<br /><br />Pada 22 Juli, saat KPU masih bersidang untuk memutuskan pemenang pertandingan ini, tiba-tiba mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat itu membuat pengumuman yang mengejutkan.<br /><br />"Saya menarik diri," kata Prabowo, putra pakar ekonomi terkemuka almarhum Profesor Sumitro Djojohadikusumo. <br /><br />Prabowo menuduh telah terjadi pelanggaran terhadap penyelenggaraan secara masif dan terencana. Namun di lain pihak, Jokowi yang dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2014 ini justru menyatakan hal yang sebaliknya.<br /><br />"Ini adalah pemilihan umum yang paling demokratis," kata mantan wali kota Solo dan sebentar lagi harus melepaskan jabatannya sebagai gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta jika nantinya MK memperkuat putusan KPU.<br /><br />Penarikan diri Prabowo-Hatta Rajasa yang berbuntut pada pengajuan hugatan ke MK ini kemudian mengakibatkan keluarnya berbagai komentar, baik yang bersifat mendukung, menentang maupun yang netral.<br /><br />"Gugatan itu hanya ngarang-ngarang saja," kata pemerhati masalah hukum Refly Harun di Jakarta pada Selasa(5/8) ketika ditanya wartawan tentang munculnya gugatan Prabowo-Hatta Rajasa itu.<br /><br />Namun sebaliknya, sikap membela pengajuan gugatan itu muncul dari partai-partai politik yang mendukung Prabowo- Hatta Rajasa itu. <br /><br />Dalam Pilpres 2014, Prabowo didukung oleh berbagai partai politik mulai dari Gerindra yang didirikan Prabowo, Partai Persatuan Pembangunan,Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat Partai Golongan Karya ,Partai Bulan Bintang hingga Partai Amanat Nasional yang dipimpin Hatta Rajasa.<br /><br />"Ada kecurangan, ada cacat hukum dalam proses pemilu ini. Itulah yang kami perangi. Jadi tim Prabowo-Hatta Rajasa berjuang untuk memerangi kecurangan,ketidakadilan dan memerangi semacam pengkhianatan terhadap proses demokrasi," kata Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Marham.<br /><br />Karena hasil keputusan MK ini sangat dinanti-nanti oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia baik yang berada di Tanah Air maupun di luar negeri, maka Mahkamah Konstitusi yang merupakan lembaga negara tertinggi di bidang hukum langsung bereaksi untuk meredam ketidakyakinan atau ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga ini.<br /><br />"Tidak ada satu lembaga pun yang bisa melakukan intervensi terhadap MK," kata Ketua MK Hamdan Zoelva. <br /><br />Keragu-raguan masyarakat terhadap MK itu muncul antara lain karena Akil Mochtar baru-baru ini dipecat sebagai ketua MK karena menerima sogokan atau gratifikasi dalam berbagai kasus terutama yang menyangkut pemilihan kepala daerah atau pilkada baik di tingkat provinsi maupun kota ataupun kabupaten.<br /><br />Kampanye<br /><br />Menjelang pelaksanaan Pilpres 2014, kedua pasangan Prabowo-Hatta Rajasa serta Jokowi-Jusuf Kalla melakukan kampanye ke seluruh provinsi guna mencari dukungan dari masyarakat. <br /><br />Selain kampanye, maka pasangan calon presiden dan calon wakil presiden juga memanfaatkan berbagai media seperti media sosial hingga mengeluarkan berbagai pernyataan untuk menjelek-jelekkan lawan atau musuhnya.<br /><br />Sebuah media cetak yang diberi nama "Obor Rakyat" dianggap menjelek-jelekkan Jokowi-Jusuf Kalla, sehingga kemudian muncul tuduhan bahwa Istana Kepresidenan ikut terlibat dalam penerbitan "Obor Rakyat". <br /><br />Sebaliknya, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri secara terbuka dalam satu kampanye menuduh bahwa Prabowo tidak mempunyai pengalaman sama sekali dalam pemerintahan.<br /><br />Rupanya saling menyerang di antara kedua pasangan itu terus berlangsung hingga akhirnya berlanjut ke ruang sidang Mahkamah Konstitusi.<br /><br />Karena gugatan mulai disidangkan pada hari Rabu(6/8) hingga sekitar 21 Agustus maka tentu sebagian besar masyarakat bisa bertanya-tanya tentang alasan gugatan Prabowo-Hatta Rajasa itu, apakah benar telah terjadi pelanggaran secara masif, dan terencana? <br /><br />Pertanyaan berikutnya adalah apakah KPU–jika pelanggaran itu memang benar-benar terjadi–tidak membuat langkah antisipasif sehingga tidak bakal muncul kasus gugatan ini?<br /><br />Pilpres adalah sebuah kegiatan akbar yang tiidak hanya melibatkan KPU, Bawaslu hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP tapi juga kedua pasangan capres dan cawapres itu. Kedua pasangan itu memiliki tim kampanye tingkat nasional atau kammas, provinsi, kota atau kabupaten hingga relawan baik dari kalangan parpol hingga tokoh masyarakat, dan juga para ulama.<br /><br />Pertanyaan mendasar kepada kedua capres dan cawapres serta para pendukung mereka itu adalah apakah mereka itu benar-benar mematuhi secara konsekuen semua peraturan terutama yang dikeluarkan KPU?<br /><br />Pernahkah mereka secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung menjelek-jelekkan atau menjatuhkan lawannya secara tidak sepatutnya?<br /><br />Kasus "Obor Rakyat" dan juga ucapan bahwa Prabowo sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan pemerintahan–padahal dia pernah memimpin berbagai kesatuan TNI-AD dan tentara adalah bagian dari pemerintahan– menunjukkan bahwa bisa disimpulkan bahwa tidak ada pasangan yang benar-benar bersih atau "suci" 100 persen.<br /><br />Selama beberapa tahun terakhir ini masyarakat sudah dicekoki kalimat "siap menang dan juga siap kalah" sehingga pasangan apa pun juga dalam pemilihan presiden, gubernur, wali kota atau bupati harus sadar betul bahwa ada yang menang sehingga ada juga pasangan yang kalah.<br /><br />Kalimat "siap menang, dan juga siap kalah" tentu sudah diketahui dan disadari juga terutama oleh Prabowo dan Hatta Rajasa yang pada tanggal 22 Juli dinyatakan kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.<br /><br />Karena itu, Prabowo-Hatta harus bisa memperlihatkan bahwa gugatan mereka itu diajukan bukan karena mereka kalah tapi karena telah terjadi pelanggaran terhadap berbagai peraturan terutama yang diterbitkan oleh KPU seperti tidak dilakukannya pemungutan suara ulang di sejumlah daerah, tidak adanya turut campur jajaran pemerintahan untuk mengharuskan memilih calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.<br /><br />Prabowo yang pangkat terakhirnya adalah letnan jenderal TNI dan Hatta Rajasa yang merupakan mantan menteri perekonomian serta besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentu tahu benar bahwa jika gugatan mereka hanya berdasarkan kekalahan pada 9 Juli dan bukannya berdasarkan fakta – fakta yang faktual maka akhirnya mereka hanya akan dipermalukan oleh langkah gugatan itu.<br /><br />Apabila Prabowo-Hatta bisa membuktikan bahwa secara nyata telah terjadi pelanggaran yang masif, sistematis dan terencana maka pemerintah dan KPU, Bawaslu dan DKPPP bisa mendapat pelajaran bagi perbaikan bagi pilpres-pilpres di masa mendatang. <br /><br />Pada masa mendatang masyarakat sangat berharap bakal terjadinya pilpres yang betul- betul jujur dan adil atau jurdil, sehingga tidak bakal muncul lagi gugatan demi gugatan kepada penyelenggara pilpres pada masa mendatang apalagi kehidupan masyarakat pada masa mendatang akan tetap berat terutama di bidang ekonomi, kesejahteraan sosial dan politik.<strong> (das/ant)</strong></p>