Pil Pahit Kenaikan Harga BBM, Dilema dan Efek Dominonya

oleh
oleh

Kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan berbagai dampak, baik bagi pemerintah, pengusaha maupun seluruh masyarakat Indonesia. <p style="text-align: justify;">Pro dan kontra terhadap rencana Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi masih bergulir. Sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi secara terbatas dan terukur telah cukup lama disampaikan pihak Pemerintah.<br />Kebijakan ini tentu merupakan pil pahit bagi pemerintah maupun masyarakat, apakah pil ini dapat menyembuhkan dengan cepat atau lambat?<br /><br />Rencana pemerintah tersebut dapat dipastikan akan  segera diumumkan setelah  DPR RI menyetujui melalui voting Senin malam terhadap rancangan anggaran pendapatan dan belanja perubahan (RAPBN-P) 2013, utamanya guna memastikan  kesiapan dana kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM kepada rakyat miskin.<br /><br />Belajar dari pengalaman masa lalu,  tentunya pemerintah telah memperhitungkan secara cermat dampak yang akan terjadi bagi masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Siapapun yang menjadi Pemimpin pemerintahan di Indonesia tentu tidak bermaksud untuk menyengsarakan rakyatnya.<br />Oleh karena itu, mekanisme yang  tepat terkait apapun bentuk kompensasi yang akan diberikan harus dipersiapkan secara matang.<br /><br />Dalam APBN-2013, kuota BBM bersubsidi ditargetkan sebesar 46 juta Kiloliter. Dengan tren konsumsi beberapa bulan terakhir, maka diperkirakan kebutuhan BBM bersubsidi akan melebihi kuota yang telah  ditetapkan dalam APBN-2013.<br /><br />Periode Januari hingga Maret 2013 saja misalnya,  realisasi konsumsi BBM bersubsidi telah mencapai 10,74 juta Kiloliter atau 6 persen melebihi target kuota yang telah ditentukan. Tingginya permintaan minyak domestik telah mendorong impor minyak mentah dalam beberapa waktu terakhir.<br /><br />BPS merilis impor minyak mentah bulan Maret 2013 misalnya  mencapai 1,23 miliar dollar AS atau naik 65,57 persen dibanding Februari 2013 yang nilainya sebesar 744 juta dollar AS.<br /><br />Berdasarkan APBN 2013 maka anggaran untuk total subsidi mencapai Rp317,2 triliun, sementara untuk subsidi BBM sendiri mencapai Rp193,8 triliun. Bila tidak dikendalikan maka total subsidi bisa mencapai Rp446,8 triliun, dan subsidi BBM saja bisa mencapai Rp297,7 triliun. Ini berarti,  defisitnya bisa mencapai Rp353,6 triliun atau 3,83 persen dari produksi domestik bruto di atas batas aman yang ditentukan dalam UU Keuangan Negara.<br /><br />Oleh karena itu kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan suatu keniscayaan, mengingat kondisi fiskal tak lagi memungkinkan pemerintah mempertahankan harga subsidi BBM seperti sekarang ini. Kebijakan ini diambil mengingat lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa waktu terakhir terus meningkat dan berdampak pada terganggunya kesehatan fiskal.<br /><br />Membesarnya defisit fiskal sebagai imbas dari lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dipandang dapat mengancam tidak hanya kesehatan fiskal,  namun juga berpotensi mengganggu ketahanan nasional. Konsumsi  BBM bersubsidi selama ini juga dipandang tidak tepat sasaran, karena sekitar 70 persen dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu.<br /><br />Dengan menaikkan harga BBM secara terbatas dan terukur, alokasi anggaran subsidi dapat dialihkan bagi pembangunan infrastruktur dasar, kesehatan dan pendidikan serta berbagai program peningkatan kesejahteran kelompok masyarakat miskin sebagai pengejawantahan aspek keadilan dan pembangunan inklusif.<br /><br />Perdebatan pro dan kontra dalam pemberian dana kompensasi dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat hingga kini masih bergulir.  Setidaknya ada lima dampak paling buruk sebagai akibat dari kenaikan harga BBM, yaitu pertama: bertambahnya jumlah masyarakat miskin sekitar 13,11 persen.<br /><br />Kita masih teringat bahwa Pengalaman kenaikan harga BBM pada tahun 2005 menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan hingga 17 persen,  hal ini memberikan  pelajaran berharga  bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan berkontribusi pada inflasi,  yang akan menggerus daya beli masyarakat miskin, sebab setiap kenaikan BBM subsidi 10 persen saja  akan menyebabkan bertambahnya inflasi satu persen.<br /><br />Dampak yang kedua adalah harga barang-barang semakin mahal, apalagi menjelang bulan Puasa dan Lebaran serta kebutuhan biaya sekolah.<br /><br />Ketiga: daya beli masyarakat akan menurun.<br /><br />Guna tetap menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin  diperlukan bentuk kompensasi  untuk tetap menjaga daya belinya, melalui percepatan dan perluasan sejumlah perlindungan sosial paska kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.<br /><br />Kebijakan ini ditempuh sebagai refleksi dari komitmen pengejawantahan amanat konstitusi melalui pendistribusian kesejahteraan yang berkeadilan dan memprioritaskan upaya perlindungan bagi kelompok masyarakat miskin.<br /><br />Dampak keempat adalah bertambahnya jumlah pengangguran, biaya produksi usaha akan meningkat memberatkan pengusaha, sehingga dikhawatirkan terjadi PHK.<br /><br />Dampak yang kelima adalah jumlah usaha kecil akan menurun akibat mereka semakin terpukul dari penambahan beban biaya produksi.<br /><br />Mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM  serta sebagai bentuk proteksi terhadap masyarakat miskin, pemerintah berencana  akan mengimplementasikan Percepatan dan Program Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dengan prinsip meningkatkan alokasi baik pada unit cost maupun pada jumlah sasaran.<br /><br />Total kebutuhan dana yang diperlukan guna mendukung Percepatan dan Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S), yang perlu mendapatkan persetujuan DPR guna dialokasikan dalam APBN-P 2013,   berkisar Rp 31 triliun, sebagai wujud keadilan bagi rakyat miskin sekaligus bentuk proteksi terhadap dampak kenaikan harga BBM.<br /><br />P4S tersebut  rencananya akan dielaborasi melalui empat skema, meliputi tiga program regular yakni Raskin, Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM), serta skema keempat yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang akan diberikan selama lima  bulan paska kenaikan harga BBM subsidi.<br /><br />Urgensi  pengendalian BBM bersubsidi  merupakan  faktor determinan terhadap upaya menciptakan kesehatan fiskal dan APBN,  guna  menjamin kontinuitas berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga dibutuhkan visi bersama  untuk segera merumuskan dan menyepakati solusi  serta langkah kongkrit antisipasi terhadap dampak pengendalian BBM bersubsidi, dengan mengedepankan kepentingan nasional dan momentum yang ada.<br /><br />Upaya peningkatan pengendalian subsidi  BBM melalui kenaikan harga BBM dan proteksi terhadap rakyat miskin rakyat miskin,  diharapkan akan dapat  menciptakan kesehatan fiskal  dan  APBN serta keadilan bagi rakyat miskin, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketahanan ekonomi, ditengah ketidakpastian ekonomi global, serta yang tak kalah pentingya adalah semakin meningkatnya alokasi pembiayaan berbagai program  peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan berbagai program pembangunan inklusif lainnya.<br /><br />Selain itu, Pemerintah harus mampu menjamin pengendalian harga kebutuhan pokok masyarakat dan ketersediaan produksi yang memadai. Apapun kebijakan pemerintah yang akan diambil pasti berdampak pada perekonomian nasional. Semoga efek ini hanya bersifat sementara dan kita segra pulih kembali. <strong> (*)</strong></p>