Setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) diharapkan dapat mengelola stres di tempat kerja maupun dalam lingkungan keluarga dengan baik dan kemudian menjadikan itu sebagai suatu tantangan untuk menghasilkan tindakan, sikap dan kinerja yang lebih baik pula. <p style="text-align: justify;"><br />"Seperti pekerja pada umumnya PNS juga tidak terlepas dari problema stres. Stres di tempat dan lingkungan kerja, ditambah dengan permasalahan keluarga menjadi persoalan serius bagi suatu organisasi kerja di lingkungan pemerintahan. Karena itu, gangguan jiwa tersebut perlu dikenali sejak dini, sehingga permasalahan yang terjadi dikehidupan keluarga maupun di lingkungan kerja tidak terpengaruh dalam peningkatan kinerja dan prestasi pegawai," kata Asisten Administrasi Umum Setprov Kaltim, Meiliana di Samarinda, Kamis.<br /><br />Secara psikologis akibat stres bisa menimbulkan ketidakpuasan kerja yang diikuti dengan adanya tekanan pada emosi seperti cemas, mudah tersinggung atau mudah marah, muram, bosan dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat pada perubahan perilaku pekerja, seperti menurunnya produktivitas, turunnya tingkat kehadiran dan komitmen terhadap integritas, katanya.<br /><br />Dia mengatakan gangguan jiwa tersebut dapat menyebabkan kematian, namun ada yang tidak langsung menyebabkan kematian, tapi menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban yang berat bagi keluarga, baik beban mental maupun materi, karena penderita menjadi kronis dan tidak lagi produktif.<br /><br />"Sesuai laporan dari survei didapatkan lebih dari 40 juta orang pekerja di Eropa atau setidaknya satu dari tiga pekerja mengatakan kalau mereka mengalami stres di tempat kerja. Selain itu, lebih dari seperempat pekerja absen selama dua minggu dalam setahun karena masalah kesehatan akibat stres," kata Meiliana.<br /><br />Kerawanan kondisi kejiwaan ini tentunya tidak jauh beda dengan yang terjadi pada kalangan PNS di Kaltim, katanya. (das/ant)</p>