Polisi Himbau Pada Masyarakat Agar Tidak Bakar Lahan

oleh
oleh

Musim kemarau seperti yang sedang terjadi saat ini sangat rawan sekali terjadinya kebakaran, terutama kebakaran lahan. Untuk itu, Kapolsek Nanga Pinoh, AKP Yoyo Kuswoyo menegaskan larangan membakar lahan apalagi hutan. Termasuk untuk membuka ladang. Larangan ini sudah disosialisasikan sejak beberapa tahun lalu hingga saat ini, bahkan ditegaskan dengan penerapan hukum positif bagi pihak yang melanggarnya. <p>“Dalam undang-undang lingkungan hidup juga sudah diatur larangan membakar untuk membuka lahan. Baik untuk pertanian atau perkebunan. Karena dampak yang ditimbulkan sangat besar, seperti bencana asap yang kerap terjadi setiap tahunnya,” katanya.<br /><br />Yoyo menerangkan, pihaknya juga sudah berkali-kali melakukan sosialisasi terkait larangan membakar lahan tersebut. Di tahun ini, pihak kepolisian juga melibatkan dinas pertanian dalam menyampaikan sosialisasi ini.<br /><br />“Mengapa kita gandeng dinas pertanian setiap sosialisasi bahaya karhutla. Karena setiap kali sosialisasi kita akan dihadapkan dengan pertanyaan atau keluhan masyarakat, bagaimana mau bertani kalau tidak berladang dan dilarang membakar,” katanya.<br /><br />Dinas pertanian, lanjut Yoyo sudah memiliki program cetak sawah yang akan dilaksanakan di sejumlah desa. Seperti sosialisasi di Semadin Lengkong dan Kebebu, selain melarang membakar lahan, pemerintah juga memiliki solusi dengan adanya program cetak sawah hingga pemberian bantuan ternak. <br /><br />“Sinergi seperti ini sangat memudahkan aparat kepolisian dalam menyampaikan sosialisasi bahaya karhutla ke masyarakat,” katanya.<br /><br />Plt Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Melawi, Oslan Junaidi mengatakan solusi mengurangi asap akibat aktivitas pembakaran lahan untuk berladang memang melalui program cetak sawah. Hal ini karena pengelolaan sawah dapat dilakukan tanpa harus membakar lahan. “Kalau sawah kan hanya perlu dibersihkan dan dibajak. Tak perlu dibakar. Hasil panennya juga lebih baik dari berladang,” katanya.<br /><br />Distankan sendiri tahun ini mendapat jatah 300 hektar lebih untuk cetak sawah. Oslan menambahkan untuk daerah yang belum dapat jatah cetah sawah diharapkan bersabar menunggu giliran program cetak sawah tahun berikutnya. “Cetak sawah ini salah satu program untuk mendukung pemerintah dalam penanganan Karhutla,” ucapnya.<br /><br />Khusus di kecamatan Pinoh Utara, Oslan mengakui program cetak sawah di daerah tersebut memang masih minim. Alasannya banyak lahan yang berstatus dalam kawasan hutan atau masuk dalam izin kebun atau HGU perusahaan. <br /><br />“Ini salah satu persoalan yang sedang kami hadapi dalam melaksanakan program cetak sawah  di wilayah Kabupaten Melawi,”  ungkapnya. <br /><br />Terpisah, seorang tokoh muda Pinoh Utara, Martinus Paton mengatakan, Pola bertani dengan cara berladang masih dilakukan masyarakat di Melawi hingga kini. Kini, di tengah larangan tegas pemerintah terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), muncul kebingungan masyarakat untuk tidak membakar lahan.<br /><br />“Sampai sekarang menanam padi dengan cara berladang masih dilakukan oleh masyarakat. Karena untuk mendapatkan padi atau beras hanya bisa diproleh dengan cara berladang. Kalau masyarakat dilarang bakar ladang, lalu masyarakat mau makan apa,” kata Paton.<br /><br />Lebih lanjut, pria yang merupakan Mantan Kepala Desa Merah Arai ini mengatakan, pemerintah boleh saja melarang masyarakat bakar ladang atau berladang, tapi harus ada solusi bagi masyarakat. Kalau melarang tanpa ada solusi, itu sama saja dengan membuat masyarakat kelaparan. <br /><br />“Masyarakat disuruh bersawah, tapi lahan sawah tidak ada, bahkan program cetak sawah tidak masuk ke kampung. Jadi bagaimana masyarakat mau meninggalkan kebiasaan berladang,” ujarnya.<br /><br />Dikatakan Paton, kalau pemerintah melarang masyarakat berladang, tolong kedepan masukkan galakkan program cetak sawah. Bila perlu tiap desa dimasukkan program cetak sawah, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang berladang liar.<br /><br />“Selama solusi tidak ada, saya yakin sampai kapanpun masyarakat akan berladang tiap tahun,” tuturnya.<br /><br />Senada dengan Paton, Kepala Desa Sungai Raya, Ahen,  mengatakan hal yang serupa, saat ini masyarakatnya masih banyak yang berladang. Biasanya, setelah ditanam dengan padi, ladang masyarakat tersebiut ditanam dengan karet. <br /><br />“Jadi untuk saat ini sulit bagi masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan berladang. Apalagi sawah di tempat kami tidak ada,” katanya.<br /><br />Menurut Ahen, di desanya ada lahan payak atau lahan basah yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan lahan sawah, tapi lahan tersebut belum dikelola oleh masyarakat karena belum ada yang dicetak sawah. <br /><br />“Pengajuan program cetak sawah sudah sering diajukan, tapi sampai sekarang belum pernah masuk program cetak sawah tersebut,” ujarnya. (KN)</p>