Ratusan warga Tionghoa dan warga dari multi etnis lainnya dari Kota Pontianak demontrasi di Konsulat Malaysia, guna membela dua warga negara Indonesia (warga Pontianak) yang divonis hukuman gantung sampai mati oleh pengadilan Malaysia. <p style="text-align: justify;">Ratusan warga Pontianak, Kamis, demo menolak dan meminta Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor, Malaysia, membatalkan vonis hukum gantung hingga mati terhadap dua warga Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully (21), karena dalam kasus itu hanya melakukan pembelaan diri dan menyelamatkan harta majikannya dari kejahatan oleh Kharti Raja (warga Malaysia, etnis India).<br /><br />Dalam orasinya, koordiantor demo Hartono Azas menuntut, agar pengadilan Malaysia meninjau ulang keputusan vonis yang menjatuhkan hukuman gantung hingga mati terhadap dua warga Pontianak, Kalbar.<br /><br />"Kami minta pemerintah dan pengadilan Malaysia secara profesional menjalankan proses hukum, dan jangan hanya untuk kepentingan kelompok sehingga mengabaikan bukti yang ada, sehingga merugikan warga Pontianak," ujar Hartono.<br /><br />Sebelumnya, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla saat berada di Pontianak, Rabu (24/10)menyatakan, pemerintah harus membela dua warga negara Indonesia (warga Pontianak) yang divonis hukuman gantung sampai mati oleh pengadilan Malaysia.<br /><br />"Tentu pemerintah harus membela WNI kalau tidak bersalah, tetapi kalau bersalah tentunya akan menghadapi hukum setempat, dan itu sama saja, kalau terjadi di Indonesia, juga menghadapi hukum yang sama," ucapnya.<br /><br />Ia menjelaskan, pemerintah tetap harus menyiapkan pengacara dalam membantu kedua WNI yang divonis hukum gantung sampai mati di Malaysia.<br /><br />Dua warga Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully (21) divonis hukuman gantung Hakim Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor, Malaysia, karena terbukti bersalah menghilangkan nyawa orang lain.<br /><br />Kejadiannya pada 3 Desember 2010. Frans dan Dharry yang merupakan penjaga rental video games di Sepang, terjaga saat mendengar ada suara gaduh dari lantai atas.<br /><br />Seorang pencuri, Kharta Raja, masuk setelah membongkar atap. Kemudian terjadi perkelahian. Sang pencuri kemudian tewas dalam kejadian itu.<br /><br />Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya menyatakan, Pemerintah Provinsi Kalbar telah mengirim surat secara resmi ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait upaya pembebasan Frans dan Dharry.<br /><br />Christiandy menjelaskan, berdasarkan data bagian intelijen Kementerian Hukum dan HAM Kalbar, Frans membuat paspor pada 27 Januari 2009, sedangkan Dharry tanggal 19 Mei 2009.<br /><br />Namun, keduanya tidak terdeteksi kapan meninggalkan Indonesia karena dua pintu keluar masuk Kalbar ke luar negeri, Entikong dan Supadio, baru menerapkan "border control management" masing-masing Agustus 2010 dan Maret 2010.<br /><br />Wagub Christiandy Sanjaya, terlepas dari resmi atau tidak, namun sudah sepatutnya untuk tetap diberi upaya perlindungan. <strong>(phs/AnT)</strong></p>