Rekrutmen Sarjana Solusi Pemerataan Tenaga Pendidikan

×

Rekrutmen Sarjana Solusi Pemerataan Tenaga Pendidikan

Sebarkan artikel ini

Rencana rekrutmen sarjana untuk di tempatkan di daerah terluar seluruh provinsi di Indonesia sungguh menggembirakan, karena hal itu diharapkan bisa menjadi solusi bagi pemerataan tenaga pendidikan di daerah terluar, terdepan dan tertinggal, kata Prof HM Norsanie Darlan. <p style="text-align: justify;">Di Palangka Raya, Sabtu, Ketua Pusat Studi Pengembangan Pendidikan Universitas Palangka Raya Prof HM Norsanie Darlan mengatakan, rencana yang digagas Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) untuk merekrut sekitar 3.500 sarjana itu merupakan program bagus, dengan harapan hasil rekrutmen itu dapat mengabdikan diri kepada bangsa dan negara melalui lembaga pendidikan di daerah terluar dan tertinggal di Indonesia.<br /><br />"Ini suatu terobosan yang akan memberi kesempatan dan sekaligus peluang bagi pemerataan di dunia pendidikan," kata mantan Kepala Badan Diklat Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Ketua Program Magister Pendidikan Luar Sekolah itu.<br /><br />Permasalahan yang perlu diperhatikan harus selektif karena bisa jadi para sarjana mengaku berasal dari daerah terluar dan tertinggal, meskipun pada kenyataannya mereka bukan dari daerah tersebut. Hal ini tidak tertutup kemungkinan terjadi karena masih banyak rakyat Indonesia yang mencari pekerjaan.<br /><br />"Kalau kita menilik terhadap kawasan daerah terluar memang sangat banyak di negeri tercinta ini. Apakah di kawasan timur, tenggara, dan Kalimantan bagian utara dan barat serta di selat Malaka. Semua ini merupakan daerah yang masuk dalam kategori terluar dan tertinggal dibanding kawasan lainnya," kata dia.<br /><br />Namun mereka yang terlanjur tinggal dan bahkan terlahir di daerah terluar ini, untuk menyelesaikan pendidikan sampai wajib belajar sembilan tahun apa lagi 12 tahun terlihat sulit serta tidak mudah dilakukan. Kalau juga ada, jumlahnya masih sedikit dan masih bisa dihitung dengan jari tangan.<br /><br />Problema itu, dilatarbelakangi oleh jauhnya akses dengan perkotaan. Mereka yang berasal dari daerah terluar, terdepan dan tertinggal itu biasanya, dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) saja sangat sedikit, kecuali yang berada dekat dengan wilayah pemerintahan kecamatan.<br /><br />Warga yang dekat dengan ibu kota kecamatan masih dimungkinkan menyelesaikan sekolah sampai SLTA. Kalau tidak, mereka harus "hijrah" kecamatan lain atau anaknya ikut/dititipkan ke rumah orang di kota kabupaten untuk melanjutkan pendidikan yang diinginkan dengan biaya tentunya lebih mahal.<br /><br />Biasanya, upaya melanjutkan pendidikan hingga SLTA yang jauh dari daerah tinggal mereka sesuatu yang sulit dilakukan masyarakat. Ini hanya bisa dilakukan oleh putra-putra pilihan kita dan bernasib baik. Sebab tidak seluruh masyarakat negeri ini mampu membiayai pendidikan anaknya, apalagi kalau harus keluar kota kelahirannya.<br /><br />Memang mereka yang terlahir di daerah terluar, terdepan dan tertinggal ini, sungguh menyedihkan. Namanya pun sudah tertinggal termasuk pula bidang pendidikan. Mereka tinggal di lereng bukit, di tepi laut, di pinggir sungai dan pulau-pulau kecil yang berada nan jauh di sana, tambahnya.<br /><br />Warga masyarakat yang bernasib seperti itu sungguh mendambakan pendidikan dan penuntasan wajar 9-12 tahun. Tapi karena faktor alam di sekitar mereka yang menjadi kendala, apalagi keinginan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi atau universitas hingga mendapat gelar sarjana.<br /><br />Oleh karena itu, rencana rekrutmen sarjana bagi pemerataan tenaga pengajar di berbagai lembaga pendidikan di daerah terluar, terpencil, dan tertinggal merupakan hal yang menggembirakan dengan harapan anak bangsa yang hidup di pedalaman negeri ini berkualitas meski tamatan SLTA.<br /><br />Rekutmen tenaga pengajar (guru) yang mau bertugas di pedalaman, lereng bukit, di tepi sungai/danau, di pinggir laut dan bahkan pulau-pulau kecil nan jauh di sana perlu persyaratan ketat dan perjanjian yang kuat. Karena, jangan-jangan hanya pencari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) kemudian minta pindah.<br /><br />Pemerintah seharusnya memberi rambu-rambu yang jelas sebelum mereka diterima untuk bekerja di daerah terluar, terdepan dan tertinggal. Selain itu, alangkah indahnya jika pemerintah mempersiapkan tenaga-tenaga guru baru yang bakal berjuang ini, dengan berbekal keterampilan.<br /><br />Ini penting agar mereka setelah selesai mengajar tidak hanya tidur di rumah, tapi juga ada upaya lain untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga proses belajar mengajar berjalan sesuai harapan. Semua ini tentu memerlukan perhatian pemerintah, terutama pengadaan sarana dan prasarana belajar itu sendiri.<br /><br />Guru bisa saja mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai tempat belajar bagi mereka yang sudah berusia tapi belum menyelesaikan pendidikan dasarnya. Ini penting dilakukan sebagai upaya mencerdaskan anak bangsa yang tinggal jauh di pedalaman, ujarnya.<br /><br />Para guru bisa saja memberikan pendidikan keaksaraan fungsional. Namun bagi sarjana-sarjana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sudah dibekali pengetahuan ke arah itu. Hal ini perlu dilakukan agar mereka menjadi "pejuang" bidang pendidikan. Artinya yang diberikan pendidikan bukan hanya anak usia sekolah.<br /><br />Kegiatan seperti ini perlu dilakukan, terutama di daerah-daerah yang berdekatan dengan negeri tetangga sehingga tidak tergoda dengan bujur rayu negeri tetangga. Ini bukan hanya kualitas anak bangsa yang meningkat, tapi juga sekaligus mendorong mereka mencintai Tanah Air dan tempat kelahirannya, demikian Norsanie Darlan. <strong>(ast/ant)</strong></p>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *