Relawan sosial dalam penanganan korban bencana diusulkan memiliki korps tersendiri yang dikelola oleh lembaga tertentu secara nasional. <p style="text-align: justify;">"Sampai hari ini belum ada lembaga yang ditunjuk secara nasional yang mengelola relawan," kata Direktur Bantuan Sosial Korban Bencana Alam (BSKBA) Kementerian Sosial, Andi Hanindito di Jakarta, Selasa (28/12/2010). <br /><br />Hal itu disampaikan Andi dalam Forum Diskusi Media Massa dengan tema peran relawan sosial dalam penanganan korban bencana. <br /><br />Menurut Andi , keberadaan relawan dalam satu korps akan lebih memudahkan dalam koordinasi dan tugas di lapangan. <br /><br />Saat ini relawan sosial yang berada dibawah koordinasi Kementerian Sosial adalah Taruna Siaga Bencana (Tagana) sementara masih banyak relawan dari berbagai organisasi. <br /><br />Selain itu, menurut Andi, juga belum ada aturan main dalam melaksanakan fungsi kerelawanan yang mengikat antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha sehingga bisa sinergis dalam penanganan bencana. <br /><br />Andi mengatakan, paradigma penanggulangan bencana saat ini sudah berubah sehingga tidak difokuskan lagi pada penanganan tanggap darurat tapi lebih kepada kesiapsiagaan. <br /><br /><strong>Belum perlu </strong><br /><br />Terkait usulan pembentukan korps relawan, Ketua Umum Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Basuki Supartono mengaku belum merasa perlu relawan memiliki korps tersendiri. <br /><br />"Saya pikir kalau relawan mempunyai korps tersendiri akan menimbulkan jalur birokrasi baru. Pasti akan merepotkan," kata Basuki. <br /><br />Dalam melakukan aksi sosial, BSMI sudah memiliki standar kerja sendiri dimana, relawan yang diterjunkan ke lokasi bencana mempunyai surat tugas dan wajib melaporkan keberadaannya kepada penanggung jawab di lokasi bencana. <br /><br />"Selama ini kita sudah menjalankan cara kerja seperti itu, kalau relawan tidak mempunyai surat tugas ya jangan diterima, itu namanya relawan liar," ujar Basuki. <strong>(phs/Ant)</strong></p>