Rotan Kotawaringin Timur Bukan Hasil Hutan Ikutan

oleh
oleh

Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyatakan produksi rotan di daerah tersebut bukan hasil hutan ikutan, melainkan murni hasil budidaya petani. <p style="text-align: justify;">"Selama ini persepsi pemerintah pusat, yakni Kementerian Kehutanan dan Kementerian Perdagangan sangat salah kaprah yang menilai produksi rotan di Kotim merupakan hasil hutan ikutan," kata Sekretaris Komisi II DPRD Kotim, Ary Dewar di Sampit, Selasa.<br /><br />Akibat kesalahan persepsi tersebut sekarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi dihentikan sementara dan kebijakan tersebut sangat merugikan petani, pekerja dan pengumpul rotan di Kotim.<br /><br />Terbitnya aturan penghentian sementara ekspor rotan karena adanya rekomendasi Menteri Kehutanan (Menhut) RI ke Menteri Perdagangan (Mendag) RI yang menyatakan produksi rotan di Kotim adalah hasil hutan ikutan.<br /><br />Masyarakat Kotim yang menggantungkan hidupnya pada hasil rotan seperti petani, pekerja dan pengumpul rotan meminta kepada Menhut dan Mendag RI untuk meninjau kembali kebijakan penghentian sementara ekspor rotan tersebut.<br /><br />Menurut Ary, penghentian sementara ekspor rotan tidak berdasarkan fakta lapangan, untuk itu Menhut dan Mendag RI agar secepatnya turun ke lapangan untuk melihat langsung kegiatan petani rotan di Kotim yang sebenarnya.<br /><br />Anggapan Menhut RI rotan di Kotim adalah hasil hutan ikutan dan mengancam kelestarian hutan di Kalimantan Tengah (Kalteng) sangat tidak masuk akal dan data yang mereka miliki hanya atas dasar di atas kertas bukan berdasarkan data di lapangan.<br /><br />Ia mengataan, justru keberadaan petani rotan di Kotim menjaga kelestarian hutan, sebab tanaman rotan tidak akan tumbuh dan bisa memanjang jika tidak ada tegakan kayu, dan secara tidak langsung petani rotan sangat menjaga hutan.<br /><br />Seharusnya Menhut memberikan perlindungan dan dukungan kepada petani rotan Kalteng, khususnya di Kotim. Tanpa adanya petani rotan mungkin tidak ada lagi hutan dan tegakan kayu di Kotim.<br /><br />Kebijakan penghentian sementara ekspor rotan membuka peluang terjadinya penyelundupan rotan ke luar negeri dan hal tersebut berpotensi merugikan negara.<br /><br />Dampak dari penghentian sementara ekspor rotan mentah dan setengah jadi sekarang harga rotan di Kotim turun dari Rp3.500 per kilogram menjadi Rp2.000 per kilogram, kondisi tersebut mengancam perekonomian ribuan petani, pekerja dan pengumpul rotan di Kotim.<br /><br />"Apabila pemerintah pusat masih menghendaki hutan di Kotim tetap utuh maka harga rotan harus dijamin tetap stabil dan apabila tidak maka hutan akan beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit," terangnya.<br /><br />Hal ini dlakukan demi kelangsungan hidup masyarakat banyak yang selama ini menggantungkan hidupnya dari tanaman rotan. <strong>(das/ant)</strong></p>