Realisasi penerimaan dana perimbangan dari royalti dan penyewaan lahan tambang batu bara di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah PADA 2010 mencapai Rp27,1 miliar meningkat dibanding sebelumnya Rp7,3 miliar. <p style="text-align: justify;">Dana tersebut merupakan penerimaan bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat, kata Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barito Utara (Barut), Ratnawatie Hamdie di Muara Teweh, Senin. <br /><br />Penerimaan tersebut merupakan hasil pembayaran kewajiban sejumlah investor tambang batu bara pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dan kuasa pertambangan (KP) di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini. <br /><br />Penerimaan periode Januari-Desember 2010 untuk royalti (iuran hasil penjualan batu bara), dengan realisasi sebesar Rp22 miliar atau 789,8 persen dari target Rp995 juta dan iuran tetap bagi investor yang memasuki tahap eksplorasi dan ekspolitasi Rp5 miliar atau 73,29 persen dari rencana Rp6,9 miliar. <br /><br />"Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu sekitar 64 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar tidak tahu," katanya. <br /><br />Sementara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara, Suriawan Prihandi mengatakan saat ini jumlah investor tambang batu bara yang sudah memasuki tahap eksplorasi dan eksploitasi di daerah ini masing-masing puluhan perusahaan. <br /><br />Produksi tambang batu bara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten pedalaman Sungai Barito itu pada 2010 mencapai 2.036.892,83 metrik ton (MT) meningkat dibanding 2009 sebanyak 1.146.801 MT. <br /><br />"Lebih dari 2 juta ton batu bara ini merupakan produksi sepuluh investor pemegang izin KP," katanya. <br /><br />Suriawan menyebutkan produksi batu bara di kabupaten pedalaman Kalteng itu masih mengalami kendala angkutan karena selama ini masih mengandalkan transportasi Sungai Barito. <br /><br />Angkutan tambang batu bara sering terhenti akibat kedalaman Sungai Barito yang menurun hingga tidak bisa dilayari tongkang dan kapal besar. Selain itu kalau debit air naik atau di atas normal, kapal tidak bisa melewati jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh karena bisa tersangkut. <br /><br />Kendala alam ini membuat angkutan tambang batu bara melalui Sungai Barito tidak maksimal. Selain kendala alam, belum maksimalnya produksi batu bara sejumlah investor juga terjadi akibat perizinan. <br /><br />Bahkan puluhan izin perusahaan tambang batu bara di kabupaten pedalaman Sungai Barito pemegang izin KP dibatalkan karena harus menunggu perubahan Perda Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng. <br /><br />Alasan pembatalan izin KP batu bara yang diterbitkan sejak Agustus 2007 hingga Mei 2008 itu karena harus menunggu pengesahan RTRWP yang hingga akhir 2010 masih belum terealisasi. <br /><br />Pengesahan itu tertunda karena hasil rekomendasi tim terpadu pemerintah pusat tidak sesuai dengan kondisi luas kawasan hutan di Kalteng dan Pemprov Kalteng keberatan hasil rekomendasi itu. <br /><br />"Kalau RTRWP sudah disahkan, perusahaan-perusahaan itu tetap mendapat prioritas untuk operasional kembali," jelasnya. <br /><br />Disamping itu, operasional mereka juga terkendala izin pemanfaatan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan sehingga sejumlah investor menghentikan kegiatan untuk sementara. <br /><br />"Kami mengharapkan masalah perizinan dan jalan tambang ini bisa segera diatasi sehingga pemanfaatan tambang batu bara di daerah ini lebih optimal," katanya.<strong> (das/ant)</strong></p>