Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan sumber daya manusia (SDM) yang bergerak di sektor pariwisata Indonesia siap bersaing di pasar bebas Asia Pasifik, bahkan dunia. <p style="text-align: justify;">"Saya optimistis mereka (SDM) mampu bersaing karena mereka telah dibekali dengan ‘skill’ yang dibutuhkan untuk persaingan di era pasar bebas," kata Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Pariwisata Kemenparekraf Prof Dr I Gde Pitana di Jakarta, Rabu.<br /><br />Menurut mantan Kadis Pariwisata Bali ini, di Indonesia telah berkembang banyak sekolah hingga perguruan tinggi pariwisata yang berkualitas.<br /><br />Bahkan, empat perguruan tinggi pariwisata di bawah koordinasi kementeriannya yakni Akpar Medan, STP Bandung, STP Bali, dan Akpar Makassar telah mengembangkan kurikulum khusus yang memungkinkan lulusannya berdaya saing tinggi.<br /><br />"Kami upayakan mereka memiliki kelebihan dalam tiga hal yakni ‘skill’ pariwisata, penguasaan bahasa asing, dan penampilan yang baik," ucapnya.<br /><br />Selain itu, kemampuan "hospitality" ataupun keramahtamahan akan menjadikan kelebihan yang lain yang membuat wisatawan semakin nyaman mendapatkan layanan dari mereka.<br /><br />"Jadi hal yang kami lakukan adalah memenuhi kebutuhan akademik di samping kebutuhan ‘skill’, sehingga mereka akan mampu bersaing secara lebih baik dengan SDM dari negara lainnya," tukasnya.<br /><br />Pitana menambahkan di Indonesia sendiri telah terjadi perubahan paradigma masyarakat yang signifikan, di mana sektor pariwisata telah dianggap sebagai bidang yang penting.<br /><br />Menurut dia, itu salah satunya terindikasi dari semakin besarnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di perguruan tinggi pariwisata.<br /><br />"Jumlah kursi di STP Bandung, misalnya, hanya kurang dari 1.000, tapi peminatnya lebih dari 3.000 orang. Ini menunjukkan paradigma masyarakat yang sudah mulai berpikir rasional," paparnya.<br /><br />Ia berpendapat sebagian besar masyarakat Indonesia tidak lagi memperhatikan faktor gengsi untuk mencari gelar sarjana, melainkan menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang mendorong kemandirian.<br /><br />"Sekarang mereka berpikir untuk mencari sekolah yang ‘output’-nya mampu menghidupi diri sendiri, apalagi kami juga selalu menekankan pentingnya penguasaan atas enterpreneurship," demikian I Gde Pitana. <strong>(das/ant)</strong></p>