Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Mukhlis Gafuri berharap PT Pertamina segera mengambil langkah tegas terhadap aksi pelangsiran solar yang dilakukan sebagian masyarakat dalam beberapa pekan terakhir. <p style="text-align: justify;">Menurut dia, tindakan tegas baik berupa sanksi bagi pengusaha SPBU dan terhadap pelaku pelangsiran sangat penting dilakukan karena antrean solar di SPBU semakin hari semakin parah.<br /><br />"PT Pertamina harus segera melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menangani antrean dan kelangkaan solar agar tidak mengganggu ketertiban umum," katanya.<br /><br />Begitu juga dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga harus melakukan langkah antisipasi dan membantu mencarikan jalan keluar agar persoalan tidak semakin parah dan segera bisa diselesaikan dengan baik.<br /><br />Apalagi kata dia, di Kalsel telah dibentuk tim pengendalian BBM yang menangani berbagai persoalan yang terjadi, sehingga seharusnya antrean solar sebagaimana saat ini tidak perlu terjadi.<br /><br />Pernyataan Sekda tersebut menjawab usulan tentang dibentuknya Perda larangan untuk melakukan pelangsiran terhadap berbagai jenis BBM.<br /><br />"Pada dasarnya saya sangat setuju terhadap Perda tersebut, tetapi itu adalah otoritas Kabupaten dan Kota daerah masing-masing, Pemprov tidak memiliki kewenangan," katanya.<br /><br />Namun tambah dia, tanpa Perdapun sebenarnya PT Pertamina dan aparat terkait sudah bisa mengambil tindakan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh oknum perusahaan maupun masyarakat.<br /><br />"Saya rasa Pertamina sudah cukup peduli terhadap praktik pelangsiran terbukti dengan tulisan di setiap SPBU "dilarang melakukan pelangsiran", jadi tinggal meningkatkan pengawasannya saja," katanya.<br /><br />Selain itu, Pertamina juga memiliki aturan yang cukup ketat, bagi perusahaan SPBU yang terbukti menyimpang diberikan sanksi teguran hingga sanksi penutupan tempat usaha.<br /><br />Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Endah Suhartati mengatakan, bila kondisi tersebut dibiarkan terus berlarut-larut dikhawatirkan akan memicu kenaikan harga barang terutama untuk di daerah atau kabupaten.<br /><br />"Bila solar langka atau mahal maka ongkos angkutpun akan naik, dan ini akan memicu terjadinya kenaikan harga barang," katanya.<br /><br />Sebelumnya Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengatakan, antrean panjang tersebut dipicu oleh perbedaan harga BBM bersubsidi dengan non subsidi yang terlampau jauh, sehingga berpeluang untuk dilakukan penyelewengan oknum yang ingin mencari keuntungan pribadi.<br /><br />Harga solar bersubsidi sekitar Rp4500 per liter sedangkan solar non subsidi sekitar Rp 9.500 sehingga terjadi perbedaan sekitar Rp5 ribu per liter antara yang bersubsidi dan non subsidi.<br /><br />Kondisi tersebut membuat banyak masyarakat memanfaatkan perbedaan harga untuk mengantre mendapatkan solar bersubsidi untuk kembali dijual ke industri.<br /><br />Gubernur menambahkan selain perbedaan harga, perkembangan bisnis otomotif yang cukup pesat di Kalsel juga harus menjadi pertimbangan dalam hal penyaluran kuota BBM.<br /><br />"Penjualan mobil dan sepeda motor di Kalsel dalam setiap tahunnya termasuk cukup tinggi dibanding daerah lainnya, sehingga ini juga berpengaruh besar terhadap ketersediaan BBM," katanya.<br /><br />Sales Area Manager PT Pertamina Retail IV Kalselteng, Iin Febrian, memastikan stok solar aman untuk wilayah Kalsel dan pendistribusian pun tidak terganggu.<br /><br />Menurut dia, setiap hari terkirim 630 kilo liter untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kalsel.<br /><br />Pada 2011, kuota BBM bersubsidi di Kalsel mencapai 851,019 KL atau lebih tinggi 7 persen dibanding 2010.<br /><br />BBM jenis premium dijatah 425,113 KL, hingga 24 Maret terealisasi 89.930 KL dan jenis kerosene ditetapkan 203,735 KL dan sudah tersalur dalam waktu yang sama 40,723 KL.<br /><br />Sedangkan solar, kata Iin, mendapat kuota 222,171 KL yang baru tersalur sekitar 57.350 KL. <strong>(phs/Ant)</strong></p>