Selain Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, ada Sumber Daya yang ketiga yang sering dilupakan orang-orang. Yakni Sumber Daya Sosial-Budaya (Social Capital). Sumber Daya Sosial-Budaya ini sebagai Modal Sosial (Social Capital). Modal Sosial yang paling penting adalah Kepercayaan. <p style="text-align: justify;">“Kepercayaan merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan prilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas. Tentunya didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama,” kata Tokoh Pemuda Melawi, Supriyadi, SP.<br /><br />Supriyadi menyakini untuk dapat menggerakkan masyarakat membangun bersama-sama Pemerintah Daerah, diperlukan kepercayaan yang tinggi. Kepercayaan yang tinggi dapat tercipta apabila pemerintah yang memperoleh amanah dari rakyat secara faktual memang memberi perhatian kepada Rakyat, bukan hanya sekedar retorika politik. <br /><br />Lantas laki-laki asal Belimbing ini mengulas apa yang diucapkan pemimpin rakyat memang sesuai dengan apa yang dilakukannya. Kebohongan publik pertama mungkin masih dapat ditutupi, tetapi kebohongan publik yang terus-menerus hanya akan menghilangkan kepercayaan Rakyat.<br /><br />Masyarakat dengan tingkat kepercayaan yang rendah (low trust) akan dipenuhi oleh rasa curiga terhadap satu sama yang lainnya. Sehingga mudah terjadi konflik sosial. Untuk mencegah dan mengatasi konflik sosial diperlukan energi sosial yang seringkali tidak diperhitungkan secara matematis. Energi Sosial yang digunakan untuk mengatasi konflik akan mengurangi kemampuan masyarakat untuk membangun dirinya menuju kearah kemajuan.<br /><br />Masyarakat yang memiliki sifat religiositas tinggi merupakan modal sosial untuk kepentingan bersama. Begitu pula nilai-nilai kegotongroyongan yang bersifat “Latent” pada Masyarakat perlu dibangkitkan menjadi modal sosial yang tidak ada habisnya. <br /><br />“Barangkali para Pejabat Pamong Praja yang sudah terbiasa berkecimpung dengan Masyarakat memiliki modal intelektual untuk menggalang modal sosial guna mempercepat pembangunan daerah,” ulasnya.<br /><br />Supriyadi mengulas di Melawi, kebudayaan masyarakat masih bercorak pertanian dengan norma dan sistem sosial kemasyarakatan pedesaan masih tercemin. Kesenangan berkumpul dalam rangka suatu solidaritas, keterlibatan keluarga, semua ini mencerminkan kebudayaan agraris yang masih berakar.<br /> <br />“Solidaritas sosial di desa menjadi sangat positif ketika arah perhatian tertuju pada kebersamaan, gotong-royong, saling memperhatikan dan menolong. Hingga peningkatan kualitas hidup menjadi substansi yang tepat dalam keadilan, kesejahteraan bersama dan harmonis. Bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu,” paparnya.<br /><br />Supriyadi menjelaskan kebudayaan desa memiliki kekentalan nilai manusiawi. Seperti perhatian, kebersamaan, dan saling menolong, tidak tercipta. Namun begitu, adanya teknologi menciptakan sikap individual dan cenderung merusak kebudayaan yang hakiki. <br /><br />“Ditangan kuasa modal, teknologi dipergunakan untuk menggalang mobilitas massa menyelaraskan selera, gaya hidup dan kepentingan pribadi. Kita harus tetapmemepertahankan hidup budaya desa,” tegasnya. (KN)</p>