Survei yang dilakukan oleh Manulife baru-baru ini mengungkap bahwa investor Indonesia memiliki risiko yang tinggi akibat kurang siap menghadapi realitas finansial di masa pensiun nanti. <p style="text-align: justify;">Manulife Investor Sentimen Index (MISI) menemukan bahwa hampir seluruh investor (96%) yakin<br />mereka akan tetap memiliki gaya hidup yang sama seperti saat ini atau bahkan akan lebih baik lagi di<br />masa pensiun nanti, tanpa menyadari bahwa simpanan mereka akan terus menyusut akibat<br />pengeluaran di masa pensiun, dan pada akhirnya akan membahayakan keuangannya.<br /><br />Mayoritas investor optimis akan masa depan mereka, dengan 71% investor yakin bahwa mereka<br />sudah berada di jalur yang tepat untuk mencapai beragam tujuan keuangannya, dan bahkan 10%<br />investor yakin mereka akan melampaui target. Sebaliknya, hanya 19% investor yang merasa khawatir<br />akan kehabisan uang pada masa pensiun nanti.<br /><br />Terlepas dari optimisme para investor untuk mencapai target simpanannya, namun mereka tidak<br />mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi masa depan keuangannya. Walaupun<br />para investor menempatkan perencanaan pensiun sebagai salah satu prioritas keuangan yang utama,<br />menempati peringkat kedua setelah pendidikan anak, namun hampir seperempat dari investor (24%)<br />mengalokasikan kurang dari 10% tabungannya untuk simpanan dana pensiun. <br /><br />Selain itu, banyak (57%) yang berharap dapat mengumpulkan tabungan untuk masa pensiun sebesar maksimum<br />Rp 100 juta, yang akan habis dalam waktu dua sampai tiga tahun – dengan mempertimbangkan ratarata<br />pengeluaran rumah tangga mereka saat ini sebesar Rp 4 juta per bulan.<br /><br />Karyadi Pranoto, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, mengatakan,<br />“Senang sekali melihat investor di Indonesia sangat antusias mempersiapkan masa depan mereka.<br />Namun untuk merasakan pensiun yang nyaman dibutuhkan waktu dan perencanaan yang tepat. Dan<br />sayangnya, tidak ada jalan pintas untuk hal tersebut. Investor harus realistis akan biaya masa depan<br />mereka, termasuk biaya kesehatan dan kewajiban pada keluarga.”<br /><br />Investor tidak tahu bagaimana cara memaksimalkan kekayaan mereka<br /><br />Survei ini juga mengungkapkan bagaimana sebagian investor masih salah dalam memahami produk<br />investasi dan potensi keuntungannya, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk<br />memaksimalkan kekayaannya. Hampir semua investor (94%) masih beranggapan bahwa tabungan<br />dan deposito adalah produk investasi.<br /><br />Keengganan investor dalam mengambil risiko juga turut membatasi kemampuan mereka untuk<br />mengumpulkan kekayaan. Hampir tiga perempat (74%) dari investor Indonesia lebih memilih investasi<br />yang berisiko rendah. Hal ini terlihat dari menguatnya sentimen terhadap dana tunai yang meningkat,<br />1<br /><br />dari 71% di Q4 2015 menjadi 88% di tahun 2016. Dengan menempatkan mayoritas (60%) dana<br />pensiunnya di produk non-investasi yang menawarkan risiko rendah namun memberikan imbal hasil<br />yang rendah, sebagian besar investor (65%) merasa yakin bahwa mereka telah cukup melakukan<br />diversifikasi portofolio.<br /><br />Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia mengatakan,<br />“Setiap investor berhak mendapatkan imbal hasil dari simpanan hasil jerih payahnya. Investasi pada<br />saham dan obligasi sering kali memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan tabungan.Bagi<br />investor yang tidak mengetahui bagaimana cara mengakses produk investasi tersebut, mereka harus<br />mencari bantuan dari ahlinya. Khusus untuk investor muda, mereka harus mencari bantuan dari<br />sumber yang terpercaya untuk memastikan bahwa mereka membuat pilihan yang terbaik untuk<br />jangka panjang.”<br /><br />Investor mengharapkan potensi imbal hasil yang berlebihan<br /><br />Survei MISI juga mengungkap bahwa investor di Indonesia terus mengharapkan imbal hasil investasi<br />yang tinggi. Tahun lalu, para investor mengharapkan imbal hasil rata-rata sebesar 11,6% untuk tahun<br />2017.<br /><br />Legowo mengatakan, ”Para investor harus lebih realistis dalam mengharapkan tingkat imbal hasil<br />yang bisa mereka dapatkan dalam waktu satu tahun. Dengan menyimpan sebagian besar<br />kekayaannya dalam bentuk tabungan dan deposito jangka panjang, hampir bisa dipastikan bahwa<br />mereka akan kesulitan untuk mencapai imbal hasil yang diharapkan. Jika mereka mau mengambil<br />risiko yang lebih tinggi dan mengalokasikan sebagian kekayaannya pada produk seperti reksa dana<br />saham dan reksa dana pendapatan tetap, mereka akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk<br />mendapatkan imbal hasil investasi yang sesuai dengan harapan.”<br /><br />Pada tahun 2016, IHSG mencatat imbal hasil investasi sebesar +15,32%, sedangkan obligasi<br />memberikan imbal hasil investasi sebesar +14,03%1.<br /><br />Legowo menutup dengan mengatakan, “Para investor harus membuat portofolio pensiun yang tepat<br />bagi diri mereka. Tidak ada rumusan komposisi portofolio pensiun yang baku. Setiap orang memiliki<br />tingkat toleransi risiko dan harapan imbal hasil yang berbeda-beda. Melakukan konsultasi dengan<br />ahli keuangan dan memiliki perencanaan masa depan merupakan salah satu cara yang akan<br />menguntungkan investor, terlepas dari apapun tujuan pensiunnya.” (Rilis)</p>