Tanggapi Rekomendasi Hasil Angket, Bupati Beranggapan PT SIP Korban Regulasi Berubah-Rubah

oleh
oleh
Bupati Melawi, Panji

Melawi-RK. Setelah Pansus Angket mengeluarkan rekomendasi hasil kerja penanganan masalah perkebunan di Melawi yang memastikan PT Citra Mahkota (CM) dan PT Samboja Inti Perkasa (SIP) telah melanggar hukum dari sisi perizinan, akhirnya ditanggapi Bupati Melawi, Panji. Ia memiliki pandangan tersendiri terkait hasil rekomendasi DPRD terkait Hak Angket yang menyebutkan dua pabrik sawit. Meskipun begitu, Ia masih membuka peluang bagi kedua pabrik ini untuk melengkapi persyaratan izin yang sampai saat ini belum terpenuhi.

“Hasil kerja pansus sudah disampaikan ke pimpinan dalam paripurna internal DPRD. Nah, sikap DPRD untuk memberikan rekomendasi banyak pihak tentu tujuannya untuk memperbaiki, mengembalikan pada nilai sebenarnya untuk tetap dilaksanakan dengan aturan yang benar,” kata ditemui di Pendopo Rumah jabatan Bupati Melawi, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut Panji mengatakan, terhadap pansus itu tentu tidak harus alergi, karena bisa saja menghasilkan keputusan yang sangat baik berupa dukungan semua pihak termasuk pemerintah. Bila sesuai aturan dan nilai yang baik, maka rekomendasi ini disambutnya dengan baik. “Saya berharap pansus angket bukan untuk kepentingan yang bersifat objektif atau ada muatan kepentingan yang terlalu banyak. Tapi saya harap itu tidak ada,” katanya.

Panji melanjutkan terkait regulasi perizinan, memang masih memungkinkan adanya kelemahan dan kekurangan dan juga kerap berubah-ubah. Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan seluruh kepala daerah di Jakarta bulan lalu pun meminta agar bupati berani menggunakan diskresi untuk mengatasi masalah dalam hal percepatan pembangunan dan untuk mempermudah perizinan.

“Banyak aturan yang menghambat proses perkembangan kita untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dan Beliau menekankan banyaknya regulasi yang mempersulit untuk percepatan pelayanan. Dan memang tidak terlalu mudah didaerah, dengan regulasi yang mengatur hal yang sama, belum lagi penafsiran di semua pihak yang tidak semua. Maka sinkronisasi aturan yang tumpang tindih inikan tidak mudah,” katanya.

Kasus persoalan perizinan pabrik kelapa sawit PT Semboja Inti Perkasa yang disebut oleh DPRD bermasalah karena tak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), menurut Panji adalah korban dari regulasi yang berubah-ubah. PT Semboja untuk IUP nya sudah berproses berdasarkan Permentan Nomor 98 tahun 2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan dengan menggunakan IUP-P yakni IUP khusus industri pengolahan kelapa sawit tanpa kebun.

“Ini yang diikuti investasi perkebunan sawit termasuk Semboja. PT ini dari awal administrasinya mengikuti yang IUP-P. Eh, ditengah perjalanan muncul perubahan Permentan 29  tahun 2016 yang disebutkan tidak ada lagi industri pengolahan tanpa kebun. Diwajibkan minimal memiliki kebun sendiri sebesar 20 persen. Dan tak ada toleransi berapa lama Permentan ini dijalankan. Bagaimana perusahaan yang sudah terlanjur mengurus dan seolah-olah diwajibkan tanpa ada jalan keluar,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Panji, proses untuk IUP-P ini kemudian dimunculkan lagi dalam Permentan Nomor 21 tahun 2017 (revisi kedua Permentan 98) yang memberikan celah agar IUP-P tetap bisa dikeluarkan dimana perusahaan yang mengantongi IUP-P, paling lama tiga tahun harus sudah memiliki kebun sendiri.

“Nah ini diberi waktu tiga tahun terhitung tanggal izin dikeluarkan. Maka sambil menunggu menanam sawit sendiri, mereka dibolehkan bermitra atau MoU dengan perusahaan yang ada kebun, tapi belum ada pabrik atau bermitra dengan pekebun. Boleh diperjualbelikan atau disewakan atau bentuk kerjasama lain melalui koperasi,” katanya.

Panji melanjutkan bila nantinya IUP-P ini diberikan pada PT Semboja, maka mereka harus memenuhi kuota 20 persen dalam tiga tahun kedepan dari kebun sendiri dan 80 persen melalui kemitraan. Soal apakah nantinya ia akan mengeluarkan izin tersebut, dirinya meminta agar aturan yang ada tetap harus diiikuti.

“Dalam waktu tiga tahun kebun harus ada sendiri dan kemitraan. Kalau itu sudah terpenuhi, barulah kita keluarkan izin. Izin ini bukan mereka harus sudah ada kebun, tapi begitu kita keluarkan izin, mereka langsung mempersiapkan kebun,” katanya.

Sedangkan bagi pabrik PT Citra Mahkota (CM), Panji mengatakan pihaknya masih akan mendalami kembali bersama tim perizinan Pemkab Melawi. Karena sebenarnya persoalan AMDAL sampai saat ini belum keluar.

“Tetap kita bawa sesuai dengan aturan yang ada. Proses tetap harus berjalan, karena pabrik sudah berdiri, investasi juga saya yakin sudah besar. Tapi tentu tak boleh mereka mengabaikan aturan. Sebagai mitra pemerintah, kita berharap disisi lain tetap ada lapangan kerja, manfaat yang positif, bila semua sudah berjalan sesuai aturan,” katanya.

Panji juga menegaskan tak menutup kemungkinan ia mengeluarkan izin lingkungan pabrik PT CM. Yang terpenting perusahaan memenuhi berbagai syarat yang telah ditetapkan.

Sebelumnya, dalam penyampaian hasil kerja, Ketua Panitia angket melalui juru bicaranya, Kontansius Pose mengatakan, hasil kerja panitia angket setelah melakukan investigasi lapangan, memanggil para saksi dalam rapat-rapat untuk meminta dan mendengarkan keterangan para saksi terkait dengan proses perizinan pabrik kelapa sawit kepada PT Samboja Inti Perkasa (SIP) dan PT Citra Mahkota (CM). hasilnya bahwa PT SIP telah melakukan proses pembangunan pabrik kelapa sawit padahal belum memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUPP) sebagai legalitas yang diberikan Pemerintah Melawi untuk melakukan aktivitas atau kegiatan dari perusahaan. Izin lokasi PT SIP yang diberikan oleh Pemkab Melawi, hanya merupakan legalitas untuk melaksanakan pembebasan lahan untuk lokasi pabrik. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan peraturan Menteri Pertanian nomor 98/Permentan/OT/140/9/2013.

“Keberadaan pabrik PT SIP berpotensi mengganggu kemitraan yang sudah ada. Mengacu kepada Permentan nomor 21/Permentan/KB.410/6/2017, pasal 11 ayat 1, untuk mendapatkan IUPP PT SIP harus mempunyai lahan seluas 20 persen untuk memenuhi bahan paku, namun kenyataannya PT SIP tidak memiliki lahan sendiri,” terangnya.

Dengan demikian berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan pasal 105, bahwa perusahaan perkebunan atau pabrik pengolahan hasil perkebunan yang tidak mempunyai IUPP, dapat dipidana penjara selama 5 tahundan denda sebesar Rp. 10 milyar. Pasal 106 menyatakan menteri atau Gubernur dan Bupati/walikota yang menerbitkan IUPP tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dipidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp. 5 Milyaar.

Sementara untuk PT CM, telah melakukan pelanggaran dengan hukum, karena melakukan pembangunan pabrik kelapa sawit dan sudah beroperasional sebelum mengantongi izin lingkungan dari Bupati Melawi. Berkaitan dengan proses izin lingkungan, Bupati Melawi sudah menyurati PT CM dengan surat nomor : 660/1111/DLH-MLW/2017 pada 31 Oktober 2017, perihal penghentian sementara pembangunan pabrik pengolahan kepala sawit dan uji coba operasional mesin pengolahan minyak kelapa sawit oleh PT CM.

“Namun faktanya, aktivitas pembangunan dan kegiatan operasional pabrik PT CM terus berjalan. PT CM terindikasi melakukan pelanggar hukum dengan melakukan pembangunan pabrik diluar IUP. LokasiPT CM sangat dekat dengan sungai keruap, radiusnya hanya kurang dari 100 meter. Sehingga menurut kajian lingkungan, tidak layak untuk dibangun pabrik kelapa sawit. Dengan demikian, berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebuann, bahwa pelaku usaha perkebunan yang tidak menerapkan Amdal, analisis resiko lingkungan dan pemantauan lingkungan hidup, dapat dipidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp. 3 Milyar,” paparnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Melawi mengatakan, bahwa apa yang menjadi rekomendasi Pansus Angket, sudah dijadikan keputusan DPRD Melawi. Artinya sudah disetujui dan akan ditindaklanjuti. “Sesuai dengan apa yang disampaikan Pansus Angket maka akan ditindaklanjuti secara hukum serta disampaikan ke pihak terkiat dipusat sana,” pungkasnya. (edi/KN)