Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait upaya pembebasan dua warga yang divonis hukuman gantung di Malaysia. <p style="text-align: justify;">"Surat dibuat hari ini dan dikirim secepatnya ke Presiden, dengan tembusan banyak pihak," kata Wagub Kalbar, Christiandy Sanjaya di Pontianak, Senin.<br /><br />Ia berharap surat tersebut segera ditindaklanjuti agar tidak terlambat mengingat saat ini sudah memasuki tahapan banding.<br /><br />Dua warga Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully (21) divonis hukuman gantung Hakim Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor, Malaysia, karena terbukti bersalah menghilangkan nyawa orang lain.<br /><br />Kejadiannya pada 3 Desember 2010. Frans dan Dharry yang merupakan penjaga rental video games di Sepang, terjaga saat mendengar ada suara gaduh dari lantai atas.<br /><br />Seorang pencuri, Kharta Raja, masuk setelah membongkar atap. Kemudian terjadi perkelahian. Pencuri kemudian tewas dalam kejadian itu.<br /><br />Berdasarkan data bagian intelijen Kementerian Hukum dan HAM Kalbar, Frans membuat paspor pada 27 Januari 2009, sedangkan Dharry tanggal 19 Mei 2009.<br /><br />Namun, keduanya tidak terdeteksi kapan meninggalkan Indonesia karena dua pintu keluar masuk Kalbar ke luar negeri, Entikong dan Supadio, baru menerapkan "border control management" masing-masing Agustus 2010 dan Maret 2010.<br /><br />"Kemungkinan mereka berangkat sebelum itu," kata Bahtiar, dari intelijen Kemenkum dan HAM Kalbar saat bertemu jajaran Pemprov Kalbar.<br /><br />Sementara berdasar keterangan pihak keluarga, keduanya berangkat menggunakan jasa tur wisata sehingga tidak tercatat sebagai tenaga kerja resmi di Malaysia.<br /><br />Menurut Wagub Christiandy Sanjaya, terlepas dari resmi atau tidak, namun sudah sepatutnya untuk tetap diberi upaya perlindungan.<br /><br />"Salah satunya dengan menggandeng banyak pihak untuk mendorong membebaskan, atau paling tidak mengurangi," kata dia.<br /><br />Bong Jit Min (55), ayah dari Frans dan Dharry mengaku cukup lega setelah ada dukungan resmi dari Pemprov Kalbar untuk kebebasan anaknya.<br /><br />"Harapan ada, jadi lebih tenang," kata Jit Min yang hadir dalam pertemuan itu. Ia sebelumnya tidak tenang tidur dan berpikir lama karena membayangkan anaknya harus menjalani hukuman gantung.<br /><br />Kasus itu baru mencuat sejak dua tahun karena sebelumnya ada jaminan dari majikan kedua anaknya.<br /><br />"Katanya ada pengacara, dan sudah diurus. Ternyata seperti ini," kata dia.<br /><br />Kepala Badan Nasional Penempatan TKI Kalbar, Tato Tirang mengatakan, agar aman, sebaiknya tenaga kerja Indonesia melalui jalur yang resmi.<br /><br />"Jangan kita tahu setelah mendapat informasi dan dikenai hukuman gantung," ujar Tato Tirang. <strong>(phs/Ant)</strong></p>