Pembanguan pabrik oleh PT. Citra Mahkota (PT. CM) yang menjadi konflik dengan masyarakat di Kecamatan Menukung khususnya di dua desa yakni desa Tanjung Beringin dan Nanga Keruap, ternyata juga belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Hal itu disampaikan Kusmahendri selaku Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelaayanan Terpadu Satu Pintu (PNMPTSP) Melawi. <p style="text-align: justify;">Ia mengatakan, terkait pembangunan pabrik oleh PT. Citra Mahkota (PT. CM), hingga saat ini belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). <br /><br />“PT. Citra Mahkota itu memang nol IMB nya. Mereka baru mengajukan IMB, tapi belum kami proses karena melihat belum adanya syarat yang sangat mendasar, antara lain Amdal nya belum ada,” kata Kusmahendri ditemui wartawan di Pendopo Rumah Jabatan Bupati Melawi, Kamis (9/3).<br /><br />Kusmahendri mengatakan, jika pun inclap dengan izin perkebunannya, maka pihaknya memerlukan surat dari Badan Pertanahan nasional (BPN) terhadap HGB, setelah itu barulah pihak BPMPTSP bisa mengeluarkan izin. <br /><br />“Itupun baru bisa mengeluarkan izin pendahuluannya, bukan permanen,” jelasnya.<br /><br />Sementara untuk PT. Samboja Inti Perkasa ( SIP ) yang berada di Kecamatan Belimbing, itu sudah ada IMB nya, namun hanya sebatas izin pendahuluan. Yang mana jika ketentuan-ketentuan dalam izin tersebut tidak dipenuhi, maka izin pendahului itu akan dicabut. <br />“IMB ini wajib, siapapun yang mau mendirikan bangunan itu memang kewajibannya,” paparnya.<br /><br />Kurmahendri menghimbau kepada perusahaan yang izinnya masih belum diurus, segeralah mengurus izinnya sesuai persyaratan yang berlaku. “Jangan pembangunan sudah mulai dan berdiri baru mau mengajukan kepengurusan izinnya,” paparnya.<br /><br />Sementara itu, terkait pembangunan pabrik oleh pihak perusahaan, Kepala Dinas Pangan dan Perkebunan Melawi, Abang Sukandar, mengatakan, Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 98 tahun 2013, khususnya pada pasal 10 dijelaskan bahwa setiap budidaya tanaman perkebunan dengan lahan diatas seribu hektar, maka wajib untuk disertai dengan industri pengolahan hasil perkebunan.<br /><br />“Nah, IUP kebun sawit yang kita berikan rata-rata di atas 3 ribu hektar. Sehingga IUP yang kita berikan tentu otomatis sekaligus dengan izin pabriknya,” jelasnya saat ditemui, kemarin.<br /><br />menerangkan sebenarnya setiap perusahaan perkebunan diwajikan untuk membangun industri pengolahan atau pabrik kelapa sawit. Karena Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang kita keluarkan juga sudah langsung terintegrasi untuk keduanya, yakni mulai dari budidaya kelapa sawitnya sendiri hingga pembangunan pabrik.<br /><br />Terkait izin pada sejumlah perkebunan sawit di Melawi, Abang Sukandar menerangkan sebelum mereka memulai aktivitas, sudah tentu mengurus berbagai perizinan. Termasuk juga soal izin lingkungan. Izin ini mencakup seluruh proses, mulai dari pembukaan lahan, penanaman sampai pembangunan pabrik. “IUP itu adalah izin terakhir yang diurus perusahaan. Kalau dia gagal lolos di izin lingkungan seperti AMDAL, maka ia tak bisa mendapatkan IUP,” tegasnya.<br /><br />Saat ini, lanjut Abang Sukandar, ada 15 perusahaan perkebunan yang telah mengantongi IUP di Melawi. Dari beberapa perusahaan, ada tiga IUP yang belum beraktivitas. Sementara yang sudah beraktivitas, pun banyak yang belum atau baru membangun pabrik kelapa sawitnya.<br /><br />“Dari dinas hanya bisa mendorong perusahaan agar sedari awal sudah menyiapkan pabrik. Kita hanya bisa mengawasi. Maklum, kesiapan pabrik ini juga kan memerlukan modal yang lumayan besar,” katanya. (KN)</p>