TPA Melawi Masih Open Dumping, Standarnya Minimalnya Harus Controlled Landfill

oleh
oleh

Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Nanga Pinoh saat ini masih belum memenuhi standar. Sebab sejak undang-undang no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, belum ada perubahan dari status TPA Open Dumping menjadi Controlled Landfill. Padahal pada undang-undang tersebut diharuskan setelah 5 tahun undang-undang tersebut berlaku, maka status TPA minimal Controlled Landfill. <p style="text-align: justify;">Terkait statusnya yang belum standar, Kepala Dinas Kebersihan, Pemadam Kebakaran dan Pertamanan (DKPKP) Melawi, Aci Evensius Ekeh, mengakui bahwa TPA memang belum standar, karena masih berstatus Open Dumping. Ia sendiri menjelaskan, Open Dumping, adalah metode penimbunan terbuka dan sering disebut metode kuno. <br /><br />Pada metode ini sampah dikumpulkan dan ditimbun bagitu pada suatu lahan  TPA. Cara ini cukup sederhana yaitu dengan membuang sampah pada suatu legokan atau cekungan tanpa mengunakan tanah sebagai penutup sampah, cara ini sudah tidak direkomendasi lagi oleh Pemerintah RI karena tidak memenuhi syarat teknis suatu TPA Sampah. Open dumping sangat potensial dalam mencemari lingkungan, baik itu dari pencemaran air tanah oleh Leachate  (air sampah yang dapat menyerap kedalam tanah), lalat, bau serta binatang seperti tikus, kecoa, nyamuk lain-lainnya.<br /><br />Berkaitan dengan belum standarnya TPA, jelas bisa membuat Melawi tidak memiliki nilai dalam Adipura 2017 mendatang. Karena mtode Open Dumping, merupakan metode yang tidak lagi direkomendasikan. “Harusnya sih memang sudah  Controlled Landfill, yang mana saat ini menjadi standar minimal TPA,” katanya saat ditemui di ruangan kerjanya, kemarin.<br /><br />Terpisah, Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Aalam, Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Pengelolaan Bahan Berbahaya, Beracun, dan Limbah B3 (KSDA-PKLP B3dan LB3), Laila Fitri Andayani menjelaskan, didalam undang-undang nomor 18 tahun 2008, memang dijelaskan bahwa lima tahun setelah undang-undang tersebut berlaku,  TPA yang ada harus minimal menggunakan metode Controlled Landfill atau yang lebih berkembang lagi menggunakan metode Sanitary Landfill.  “Metode yang digunakan TPA kita sekarang ini masih Open Dumping yang sudah tidak direkomendasi. Sementara Controlled Landfill atau Sanitary Landfill itu sebagai standarnya,” ucapnya.<br /><br />Secara detail, Ia menjelaskan, Controlled Landfill adalah  sistem pembuangan yang lebih berkembang dibanding open dumping. Pada metode ini, sampah yang datang setiap hari diratakan dan dipadatkan dengan alat barat. Sampah dipadatkan menjadi sebuah sel. Kemudian, sampah yang sudah dipadatkan tersebut dilapisi dengan tanah setiap lima atau seminggu sekali. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bau, mengurangi perkembangbiakan lalat, dan mengurangi keluarnya gas metan. Selain itu, dibuat juga saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan, saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya, pos pengendalian operasional, dan fasilitas pengendalian gas metan.<br /><br />“Sementara Sanitary Landfill, adalah metode TPA yang paling maju saat ini dimana sampah diurug dan dibuang secara sistematis. Setiap hari sel sampah ditutup/dilapisi dengan tanah. Pembuatan ketinggian dan lebar sel sampah juga diperhitungkan. Pada dasar tempat pembuangan, dibuat pipa-pipa pengalir air lindi yang kemudian diolah menjadi energi. Di antara sel-sel sampah juga dipasang pipa-pipa penangkap gas metan yang kemudian diolah menjadi energi. Sanitary memiliki fasilitas lebih lengkap dan mahal dibanding controlled landfill. Sanitary landfill adalah jenis TPA yang diakui secara internasional,” pungkasnya. (KN)</p>