Tunjangan Mantri Tani Di Kotim Akan Dicabut

oleh
oleh

Dinas Pertanian, Peternakan, Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah akan mencabut tunjangan mantri tani sebagai salah satu langkah efisiensi anggaran di instansi tersebut. <p style="text-align: justify;">"Tunjangan Rp200 ribu/bulan akan kita cabut pada 2014. Kalau sekarang kan mereka bekerja atau tidak, ya tetap dapat tunjangan itu. Nanti tidak lagi," kata Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, Jakatan di Sampit, Sabtu.<br /><br />Nanti akan diatur kembali sesuai dengan tugas yang diembannya. Pokoknya siapa yang bekerja maka merekalah yang akan diberi insentif. Sebagai gantinya mereka diberikan uang perjalanan dinas. Dengan cara ini, penggunaan anggaran akan lebih efektif.<br /><br />Menurut dia, pemberian uan perjalanan dinas itu dinilai tepat sasaran sehingga banyak yang bisa dilakukan. Karena itu, petani juga diminta jangan memberi uang lelah dalam bentuk apapun kepada petugas pertanian karena mulai sudah dianggarkan mulai tahun depan.<br /><br />"Nanti kalau setelah sistem insentif itu diberlakukan namun masih ada kepala balai penyuluh pertanian (BPP) dan petugas penyuluh lapangan (PPL) yang malas, maka tunjangan dan insentif akan kita hentikan. Kalau ada seperti itu, SMS saya," kata Jakatan.<br /><br />Keberadaan mereka untuk membantu petani bagi peningkatan hasil produksi pertanian secara makro. Produksi padi, ternak dan berbagai hasil pertanian lainnya lebih meningkat bila mantri tani bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan.<br /><br />Jakatan berjanji akan mengalokasikan anggaran untuk UPTD Balai Benih Utama (BBU) Padi dan Palawija Sei Peang karena salah satu kendala pengembangan di BBU adalah terbatasnya anggaran. Karena itu, akan mengalokasikan anggaran untuk BBU setenpat.<br /><br />Kepala UPTD BBU Sei Peang, Surawan membenarkan terbatasnya anggaran selama ini, seperti untuk penanaman benih bibit padi unggul beberapa waktu lalu harus bermitra dengan masyarakat sekitar dan kebijakan tersebut tentu diikuti biaya sebagai konsekwensi.<br /><br />"Masalah biaya menjadi kendala selama ini. Kami hanya merekrut masyarakat sekitar membantu penanaman. Dua tahun pertama jumlahnya hanya enam orang, tapi sekarang sudah mencapai 25 orang. Kalau satu orang satu haktare saja, silakan dihitung," katanya. <strong>(phs/Ant)</strong></p>