Masyarakat Sub Suku Dayak Bugau yang diwakili oleh para tumenggung, tungkat tumenggung, kepala adat, kepala desa, dan kepala dusun berkumpul di Desa Rasau Kecamatan Ketungau Hulu dalam sebuah acara Kongres Adat Dayak Bugau guna membicarakan masa depan dan menentukan sikap terhadap banyak persoalan yang terjadi di dalam ketumenggungan Bugau. Kongres adat tersebut secara resmi di buka oleh Wakil Bupati Sintang Ignasius Juan pada Jumat, 28 Januari 2011. <p style="text-align: justify;">Eduin ketua panitia menjelaskan tujuan dilaksanakan kongres masyarakat sub suku Dayak Bugau untuk menentukan wilayah ketumengggungan, mengumpulkan data penduduk, penyempurnaan hukum adat, pemetaan sumber daya alam, membahas dan mendata potensi pengelolaan SDA yang akan ditindak lanjuti dengan membentuk koperasi dan yayasan, dan membangun kemitraan dengan Pemkab Sintang dan pihak swasta untuk terus membangun wilayah ketumenggungan Dayak Bugau.</p> <p style="text-align: justify;">Gambang Camat Ketungau Hulu menjelaskan bahwa kongres adat ini diharapkan mampu untuk menjaga eksistensi masyarakat Sub Suku Dayak Bugau terutama menghadapi berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat secara luas. </p> <p style="text-align: justify;">“Kecamatan Ketungau Hulu didiami oleh 5 sub suku yakni Bugau, Mandau, Kumpang, Embara dan Sebaruk yang mana sub suku Dayak Bugau menjadi komunitas yang lebih besar dengan mendiami lima desa yakni Jasa, Rasau, Sungai Bugau, Nanga Bugau, dan Sebadak” jelas Camat.</p> <p style="text-align: justify;">Heri Jamri yang merupakan tokoh masyarakat dan anggota DPRD Kabupaten Sintang menjelaskan hasil penelitian yang menunjukan bahwa Dayak Bugau sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Dayak Bugau dinamakan dari suara burung dan sebuah bukit ole Demung Jambi, sehinggga masyarakat yang mendiami sekitar Bukit Bugau dinamakan sub suku Dayak Bugau.</p> <p style="text-align: justify;">“ kongres ini untuk menyatukan persepsi para tokoh masyarakat Bugau tentang banyak hal dan bagaimana kami bisa mengelola sumber daya alam yang ada di ketumenggungan kami sehingga kami akan terus eksis di masa datang. Ini juga sebagai bentuk ketidakpuasan kami karena kurangnyan perhatian terhadap wilayah perbatasan. Namun juga kami sangat mendukung rencana diterbitkannya Perda Hak Ulayat” jelas Heri Jamri.</p> <p style="text-align: justify;">Wakil Bupati Sintang Ignasius Juan mengharapkan kongres adat tersebut mampu menata keberadaan sub suku Dayak Bugau dalam tatanan sosial masyarakat secara luas dan memperjuangkan eksistensi.</p> <p style="text-align: justify;">“adat memang harus dipertahankan karena merupakan norma dan nilai yang mengatur bagaimana kita harus bertingkahlaku dalam kehidupan bermasyarakat karena manusia mempunyai kecenderungan untuk bertindak semaunya sendiri. untuk itulah dibuat adat sebagai rel bagi perilaku manusia. Kalau tujuan kongres ini juga untuk menata hukum adat, silakan saja. Saya hanya mengingatkan untuk membuat sanksi yang berat sehingga memberikan efek jera bagi pelanggarnya dengan diimbangi oleh sikap seorang tumenggung yang tegas dan konsisten serta benar dalam tatacaranya” jelas Wabup. <strong><br /></strong></p> <p style="text-align: justify;">Sementara Kartiyus yang merupakan tokoh masyarakat Ketungau mengajak momentum kongres tersebut untuk menghidupkan tenun ikat motif Ketungau yang pernah diakui oleh para penulis barat dalam beberapa literatur. “kalau bisa juga para tokoh adat mulai mengajarkan nyani adat seperti bejaneh kepada anak-anak. Tentu sangat membanggakan kalau ada anak SD yang sudah bisa melakukan itu” harap Kartiyus.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah membuka kongres yang ditandai dengan pemukulan gong, Wakil Bupati Sintang menyerahkan bantuan kepada pengawas TK dan SD berupa perlengkapan alat tulis bagi siswa TK dan SD di Ketungau Hulu khususnya yang berasal dari keluarga tidak mampu. <strong>(phs)</strong></p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;"> </p>