WALHI Menilai Redd Plus Rawan Konflik

oleh
oleh

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng menilai program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) plus di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) rawan konflik. <p style="text-align: justify;"><br />"Pasalnya program tersebut masih banyak yang tidak terpantau dan terdaftar karena minimnya transparansi dari para developer proyek yang bersifat voluntary market seperti konsensi restorasi ekosistem," kata Ari Rompas, Direktur WAHLI Kalimantan Tengah, di Palangka Raya, Minggu.<br /><br />Menurutnya, proyek tersebut berpotensi konflik karena memiliki syarat dengan bentuk penguasaan wilayah atas kawasan seperti di Kalteng juga telah banyak terjadi konflik sosial yang diakibatkan oleh industri ekstraktif seperti perkebunan sawit, tambang dan juga HPH/HTI.<br /><br />"Telah banyak menimbulkan persoalan konflik sosial akibat perkebunan dan pertambangan, bahkan telah mendorong pelanggaran HAM," ujarnya.<br /><br />Diutarakannya, provinsi Kalteng merupakan salah satu wilayah yang memiliki karakteristik hutan dan gambut sebagai sumber penyimpanan karbon, sehingga menjadi wilayah yang diminati oleh para pihak untuk di jadikan wilayah proyek percontohan REDD maupun bisnis perdagangan karbon.<br /><br />"Salah satu proyek yang di gagas di Kalteng dan sudah melakukan aktivitasnya adalah, proyek Kalimantan Forest Climate Patnership (KFCP) yang merupakan proyek kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia," terangnya.<br /><br />Dijelaskannya, dalam program Indonesia-Australia Forest Climate Partenrship (IAFCP) sebagai upaya untuk mendukung usaha dalam perjanjian internasional UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) yang terkait dengan pengurangan emisi gas rumah kaca melalui Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang berlokasi di wilayah Kecamatan Mantangai dan timpah dengan 14 desa/dusun seluas 120.000 hektare.<br /><br />"Dengan ditunjuknya Kalteng sebagai pilot provinsi program REDD plus pada akhir 2011 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, banyak tantangan yang harus dihadapi terutama tekanan deforestasi yang masih sangat tinggi dengan perijinan untuk sawit, tambang dan HPH/HTI yang mencapai 80 persen dari total wilayah Kalteng akan terus mendorong deforestasi dan justru berbalik terhadap upaya pengurangan emisi yang dicanangkan oleh SBY sebesar 26 persen," tegasnya.<br /><br />Kemudian, sambung dia, di sisi lain masuknya proyek-proyek REDD plus di Kalteng, tidak diketahui masyarakat di sekitar kawasan hutan karena informasi yang sangat minim, padahal masyarakat yang hidup di sekitar hutan adalah pihak yang paling berkepentingan tetapi tidak menjadi pemeran utama dalam proyek REDD plus. <strong>(phs/Ant)</strong></p>