Ratusan tokoh dan warga suku Dayak Kalimantan Tengah berdemonstrasi di Palangka Raya menolak keberadaan Perhimpunan Melayu Dayak karena dianggap bernuansa suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). <p style="text-align: justify;">Perhimpunan itu juga bernuansa politis dan bertentangan dengan falsafah Huma Betang Dayak dan Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945, kata Koordinator aksi forum masyarakat adat Dayak Kalteng (Formad-KT) Bachtiar Effendi, Kamis.<br /><br />"Di Kalteng tidak mengenal suku Dayak Melayu, sehingga perhimpunan itu harus dibubarkan agar tidak menimbulkan perselisihan antar masyarakat," tambah Bachtiar.<br /><br />Ratusan warga Kalteng mengatasnamakan Formad-KT itu menyatakan telah membaca dan mempelajari secara cermat keputusan Tim Formatur Perhimpunan Dayak Melayu Kalteng nomor: 01/FORMATUR/PADAMU/XI/2013 tentang Penetapan Anggaran Dasar Perhimpunan Dayak Melayu Kalteng.<br /><br />Koordinator aksi mengatakan suku Dayak Kalteng menghormati harkat dan martabat Manusia, untuk itu keberadaan Perhimpunan Melayu Dayak harapannya bukan menjadikan provinsi berjuluk "Bumi Tambun Bungai" daerah konflik baru.<br /><br />"Sikap kami yang tergabung di Formad-KT tegas menolak keberadaan sekaligus membubarkan Perhimpunan Dayak Melayu Kalteng. Sikap itu kami sampaikan dengan pikiran dan hati yang jernih," demikian Bachtiar.<br /><br />Ketua Presidium Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalteng (LMMDDKT) Prof KMA M Usop MA mengatakan pengurus Perhimpunan Dayak Melayu Kalteng harapannya dapat mengubah nama agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda di kalangan masyarakat.<br /><br />Menurut dia, nama Perhimpunan Melayu Dayak identik dengan penggabungan suku dan agama. Di mana, warga bersuku melayu bagi sebagian besar masyarakat Kalteng dianggap beragama Islam.<br /><br />"Tidak harus dibubarkan, tapi di rubah saja. Saya mendukung keberadaan Perhimpunan Melayu Dayak, hanya namanya diganti saja agar tidak ada perselisihan," demikian Usop. <strong>(das/ant)</strong></p>