SINTANG, KN — Sabtu, 18 Oktober 2025, Sengketa lahan antara warga Dusun Nalai Desa Talian Sahabung, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, dengan perusahaan perkebunan PT Sumber Hasil Prima (SHP), kembali menjadi sorotan publik. Pemilik lahan, Zulkarnaen Kuling, menuntut penyelesaian pembayaran ganti rugi atas tanah miliknya seluas 1.950 meter persegi yang hingga kini belum dibayarkan oleh pihak perusahaan.
Dalam surat teguran resmi tertanggal 15 Oktober 2025, Zulkarnaen menjelaskan bahwa sejak tahun 2013, sebagian lahan miliknya digunakan oleh PT SHP sebagai akses jalan menuju kebun perusahaan. Meski telah dilakukan pengukuran bersama antara dirinya dan pihak perusahaan, ganti rugi yang dijanjikan belum terealisasi sepenuhnya.
“Pihak perusahaan memang sudah membayar sebagian kecil, yakni sekitar 110 meter persegi. Namun sisanya seluas 1.950 meter persegi sampai hari ini belum diselesaikan,” ujar Zulkarnaen.
Ia menegaskan dalam suratnya yg disampaikan ke perusahaan sebelumnya bahwa bila tidak ada itikad baik dalam waktu 3 x 24 jam sejak diterimanya surat teguran, dirinya akan menutup akses jalan tersebut sampai perusahaan melunasi seluruh kewajibannya.
Dilaporkan ke LBH Rantai Keadilan Indonesia dan Konsultasi Hukum di Pontianak
Merasa tidak mendapatkan tanggapan yang memadai, Zulkarnaen juga telah melaporkan persoalan ini ke Yayasan Rantai Keadilan Indonesia, yang menaungi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rantai Keadilan Indonesia. Kasus ini juga telah dikonsultasikan secara resmi dengan Kantor Hukum AMFM & Co. Attorney at Law di Pontianak untuk pendampingan lebih lanjut jika diperlukan.
Pihak LBH Rantai Keadilan Indonesia telah mengambil langkah awal dengan menghubungi Humas PT SHP, Bapak Faisal, guna membangun komunikasi dan mendorong penyelesaian secara persuasif dan musyawarah. Namun hingga saat ini, belum ada tindak lanjut nyata dari pihak perusahaan.
“Kami sudah berupaya menjembatani secara baik-baik. Prinsip kami jelas, penyelesaian damai dan musyawarah harus menjadi prioritas. Tapi sampai sekarang belum ada komitmen konkret dari perusahaan,” ujar perwakilan LBH Rantai Keadilan Indonesia dalam keterangannya.
Aspek Hukum dan Prinsip Keadilan
Dari sisi hukum, persoalan ini menyentuh ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum, yang mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian untuk memberikan ganti rugi. Selain itu, penggunaan lahan tanpa izin yang sah juga berpotensi dikategorikan sebagai penguasaan tanah tanpa hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 385 KUHP.
LBH Rantai Keadilan menegaskan bahwa mereka tidak menentang investasi, namun mengingatkan agar setiap investasi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan bagi masyarakat kecil.
“Kita semua mendukung investasi, tetapi harus investasi yang berperikemanusiaan dan menghormati hak masyarakat. Jangan sampai warga menjadi korban dari kegiatan ekonomi yang tidak berimbang,” tegas perwakilan LBH.
Harapan Penyelesaian Damai
Advokat dari kantor Hukum AMFM & Co. Attorney at Law di Pontianak yang turut menerima tembusan surat teguran tersebut, menyampaikan bahwa berharap pemerintah desa dapat memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak untuk mencari solusi bersama.
“Kami berharap permasalahan ini tidak berlarut-larut. Penyelesaian secara musyawarah harus dikedepankan agar hubungan perusahaan dan warga tetap harmonis,” ujarnya.
Pihak PT Sumber Hasil Prima diberikan ruang dan kesempatan yang sama di media ini untuk memberikan tanggapan resmi atas berita ini.














