JAKARTA, KN – Tim penasihat hukum Ir. H. Bambang Widianto, M.T. (BW), yang terdiri dari Fahrurrazi, S.H., Marwandy, S.Psi., S.H., M.H., Mariana Wina Megawati, S.H., M.H., dan William Manullang, S.H. secara tegas membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara korupsi bernomor 45/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt Pst. Dalam eksepsi yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Selasa (6/5/2025) kuasa hukum menyatakan dakwaan JPU cacat hukum dan prematur.
*Dakwaan Dinilai “Copy-Paste” Penyidikan*
Marwandy, salah satu pengacara BW, menyoroti ketidakcermatan JPU dalam merumuskan dakwaan. “JPU hanya mengcopy-paste berkas penyidikan tanpa verifikasi mendalam. Bahkan, mereka memasukkan pasal dari Perpres Lingkungan Hidup yang tidak relevan dengan perkara ini. Ini jelas menunjukkan dakwaan yang prematur dan tidak cermat,” tegas Marwandy di persidangan.
William Manullang menambahkan, “Klien kami telah memenuhi semua kewajiban kontrak, termasuk penyerahan barang dan pembayaran kepada vendor. Dakwaan bahwa BW tidak melaksanakan kontrak adalah keliru dan tidak berdasar.”
*SOP vs Tindak Pidana Korupsi*
Tim hukum juga mempertanyakan apakah pelanggaran prosedur operasional standar (SOP) bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. “Apakah melanggar SOP otomatis menjadi tindak melawan hukum? JPU gagal membuktikan unsur actus reus dan mens rea dalam dakwaannya,” ujar Marwandy.
*Permohonan Pembatalan Dakwaan*
Dalam kesimpulan, tim kuasa hukum meminta majelis hakim untuk:
1. Membatalkan dakwaan JPU karena tidak memenuhi syarat formal dan materiil.
2. Menyatakan perkara ini sebagai sengketa perdata, bukan pidana.
3. Membebaskan BW dari semua tuduhan dan memulihkan nama baiknya.
“Kami yakin hakim akan melihat fakta secara adil. BW adalah korban dari dakwaan yang gegabah,” tandas William.
Sidang berikutnya akan dianjutkan pada tanggal 15 Mei 2025 dengan agenda jawaban dari Jaksa terhadap eksepsi Penasehat hukum dan juga ekspeai terdakwa.
Kasus ini berawal dari pengaduan masyarakat terkait tidak diterimanya bantuan gerobak yang seharusnya dibagikan oleh pemerintah kepada pelaku UMKM. Tim Bareskrim Polri kemudian mengusut dugaan penggelembungan anggaran dan penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran.
Total dana yang digelontorkan untuk pengadaan gerobak ini mencapai sekitar Rp76 miliar untuk 10.700 unit gerobak. Selain itu, ditemukan adanya penerima fiktif dan penyalahgunaan anggaran dalam proses pengadaan tersebut.















