Sekretaris Kabinet Dipo Alam menilai gerakan politik dari pengamat dan pendemo yang menilai Indonesia menuju negara gagal sebagai orang-orang yang terjangkit wabah mata kalong. <p style="text-align: justify;">"Kasihan mereka bak orang terjangkit wabah mata kalong. Mata kalong di malam hari, dalam kegelapan, matanya melek terang memangsa serangga. Mata kalong terbatas pandangannya hanya pada kegelapan, namun di siang hari yang terang benderang kalong menjadi rabun pandangannya, tidak bisa melihat indahnya Indonesia," kata Dipo dalam keterangan tertulisnya yang diterima ANTARA, di Jakarta, Kamis malam (17/02/2011).<br /><br />Menurutnya, mereka hanya melihat Indonesia dari hal-hal yang buruk, yang sesungguhnya merupakan pencitraan gerakan politik mereka.<br /><br />"Itulah seperti mereka melihat Indonesia kini, mereka hanya bisa melihat yang gelap-gelap saja dari Indonesia, yang sebenarnya pencitraan gerakan-gerakan politik mereka yang berharap SBY bisa diolengkan sekarang juga," jelasnya.<br /><br />Ia menilai, gerakan-gerakan tersebut berorientasi kekuasaan yang tidak sabar bahwa Pemilu dan Pilpres yang akan datang baru terjadi pada tahun 2014.<br /><br />"Jadi, ketika di pagi dan siang hari semua makhluk bekerja keras, para kalong itu tidur tidak berbuat apa-apa, seperti mereka yang bisanya hanya mengkritik saja, tapi tak tahu solusi. Solusinya ya satu, bagaimana bisa berkuasa sekarang juga," katanya.<br /><br />Dipo berkeyakinan bahwa gerakan-gerakan itu tidak mau mengakui bahwa ada kemajuan yang sudah dicapai oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Yudhoyono, baik di bidang demokrasi, ekonomi, dan pengurangan kemiskinan sekalipun belum sempurna.<br /><br />"Ada yang sudah dicapai dan ada yang belum dicapai. Kalau dinilai Indonesia dikatakan menuju negara gagal di bawah SBY, tidak mungkin ia bisa terpilih lagi untuk term kedua dalam satu putaran di Pilpres 2009 dengan perolehan 61 persen dari 128 juta pemilih," ujarnya.<br /><br />Menurutnya, substansi "anti-kebohongan" yang dikemukakan oleh tokoh lintas agama eksklusif dan badan pekerjanya yang ditujukan mengkritisi Yudhoyono sangat mudah diargumentasikan, karena banyak yang disebut mereka sebagai "kebohongan" bersifat kualitatif-relatif.<br /><br />"Tujuannya memang politis, bukan gerakan moral, hanya ingin menegatifkan dan memperkecil kinerja yang telah dicapai oleh pemerintahan SBY."<br /><br />Satu contoh, katanya, ketika membahas mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang makin berkembang secara kuantitatif dan kualitatif dan merupakan bagian upaya pemerintah menekan kemiskinan.<br /><br />"Din Syamsudin bilang: apa itu KUR? dikampung saya ada juga `kur..kur` untuk panggil ayam. Ini dikemukakannya di Istana dalam mengritik di depan Presiden yang katanya ia ingin berdialog dari hati ke hati yang dimintanya ke Presiden," katanya.<br /><br />Menghadapi kritik tersebut Dipo berkata, "Saya sendirian saja bisa menghadapi semua gagak hitam bersama serombongan badan pekerjanya, yang saling tunggang-menunggangi berpolitik praktis, dus bukan gerakan moral, menyanggah substansi yang dibilang sebagai kebohongan SBY."<br /><br />"Syaratnya, mereka cabut dulu kesimpulan kata `bahwa SBY deviasi dan ingkar konstitusi UUD, karenanya melakukan kebohongan publik.` Kalau tidak percuma berdialog kalau berangkat dengan tuduhan seperti itu. Kalau mata mereka rabun di siang hari melihat kenyataan pengakuan mayoritas rakyat Indonesia, para investors, dan pengakuan dunia internasional mengenai kemajuan Indonesia di banyak bidang, ya ibaratnya mereka sudah terjangkit wabah penyakit mata kalong."<br /><br />Selaku Sekretaris Kabinet, Dipo Alam bukan untuk pertama kalinya memberikan predikat tertentu pada gerakan yang menyebut presiden atau pemerintah berbohong, sebelum istilah "wabah mata kalong", ia pernah mengeluarkan istilah "gagak hitam" bagi para pemuka agama yang menyebut pemerintah berbohong. <strong>(phs/Ant)</strong></p>