SINTANG, KN — Kondisi Jalan Poros Kabupaten yang menghubungkan pusat Kota Sintang dengan wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia kembali menjadi sorotan tajam. Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Lusi, menegaskan bahwa kerusakan berat yang terjadi selama puluhan tahun pada jalur vital tersebut tidak boleh lagi diabaikan. Ia menyebut jalan tersebut merupakan urat nadi penggerak ekonomi, sosial, dan layanan publik bagi sedikitnya lima kecamatan yang berada di kawasan perbatasan.
Menurut Lusi, masyarakat di Kecamatan Ketungau Hilir, Ketungau Tengah, Ketungau Hulu, Sepauk, hingga Tempunak sangat bergantung pada jalan tersebut untuk mengakses berbagai kebutuhan pokok, layanan kesehatan, pendidikan, hingga kegiatan ekonomi seperti distribusi hasil pertanian dan perkebunan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan kondisi jalan yang memprihatinkan, berupa lubang menganga, badan jalan yang amblas, serta sejumlah titik yang sulit dilalui kendaraan, terutama saat musim hujan.
“Jalan poros ini sudah puluhan tahun rusak berat. Masyarakat di perbatasan seolah hidup dalam keterasingan karena akses utama mereka tidak pernah mendapat perhatian serius. Kita bicara jalur yang menjadi tumpuan lima kecamatan, tapi kenyataannya tetap terbengkalai,” tegas Lusi.
Ia menambahkan bahwa kerusakan tersebut bukan sekadar soal kenyamanan berkendara, tetapi menyangkut keselamatan serta mobilitas masyarakat. Tidak sedikit warga yang terpaksa menempuh perjalanan berjam-jam lebih lama, bahkan beberapa kasus harus menggunakan jalur alternatif yang lebih jauh dan berisiko tinggi. Kondisi ini juga berdampak langsung pada harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi di daerah pedalaman dan perbatasan.
“Ketika jalan rusak, ongkos angkut naik. Akibatnya harga barang juga ikut naik. Masyarakatlah yang paling dirugikan. Ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus,” ujar Lusi.
Sebagai wakil rakyat, ia mendesak pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi untuk segera menetapkan perbaikan jalan poros tersebut sebagai prioritas utama. Menurutnya, sudah saatnya Sintang memiliki pembangunan akses yang layak dan berkelanjutan, mengingat kawasan perbatasan merupakan beranda depan negara yang semestinya mendapat perhatian lebih.
Lusi juga menegaskan bahwa perbaikan jalan bukan hanya soal infrastruktur, tetapi bagian dari upaya menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan pelayanan publik, dan memperkuat rasa keadilan bagi warga perbatasan yang selama ini merasa dianaktirikan.
“Kami di DPRD akan terus mendorong agar persoalan ini segera ditangani. Tidak boleh lagi hanya jadi wacana. Warga perbatasan berhak mendapatkan akses layak seperti daerah-daerah lain,” tegasnya.
Ia berharap pemerintah segera berkoordinasi lintas sektor dan mengalokasikan anggaran yang memadai, sehingga jalan poros Sintang–perbatasan dapat diperbaiki secara menyeluruh dan tidak hanya dilakukan lewat tambal sulam yang tidak bertahan lama.
Dengan perbaikan yang tepat, Lusi optimistis jalan tersebut akan membuka ruang percepatan pembangunan ekonomi dan sosial, serta memperkuat posisi Sintang sebagai salah satu pintu strategis wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia.














