SINTANG, KN – Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Kusnadi, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait tingginya kasus tuberkulosis (TBC) di wilayahnya. Berdasarkan data tahun 2025, tercatat sebanyak 849 kasus TBC di Kabupaten Sintang. Angka tersebut menempatkan Sintang sebagai salah satu dari lima daerah dengan kasus TBC tertinggi di Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut Kusnadi, kondisi ini harus menjadi perhatian serius seluruh pihak, baik pemerintah daerah, tenaga kesehatan, maupun masyarakat. TBC, yang merupakan penyakit infeksi menular, perlu penanganan terarah dan berkelanjutan agar tidak semakin menyebar di tengah masyarakat.
“Saya sangat prihatin dengan tingginya kasus TBC di Kabupaten Sintang. Angka 849 kasus itu bukan jumlah yang kecil. Ini menunjukkan bahwa kita masih punya pekerjaan besar untuk memperkuat layanan kesehatan dan meningkatkan kesadaran masyarakat,” tegasnya.
Ia menilai bahwa masih adanya kasus TBC dalam jumlah tinggi menunjukkan perlunya edukasi yang lebih masif terkait pencegahan, deteksi dini, dan pentingnya menyelesaikan pengobatan. Menurutnya, banyak pasien tidak menuntaskan pengobatan karena kurang memahami pentingnya terapi jangka panjang yang harus dijalani penderita TBC.
Kusnadi juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam melakukan pemetaan wilayah rawan, meningkatkan ketersediaan fasilitas kesehatan, serta memastikan tenaga kesehatan di desa-desa mampu menangani dan memonitor pasien TBC secara rutin.
“Kita tidak boleh diam. Pemerintah perlu melakukan langkah konkret, seperti memperkuat penyuluhan kesehatan, memastikan obat tersedia di seluruh Puskesmas, dan meningkatkan pendampingan terhadap pasien sampai sembuh,” tambahnya.
Selain pemerintah, Kusnadi menekankan bahwa masyarakat harus terlibat aktif dalam pencegahan. Kesadaran menjaga kebersihan lingkungan, pola hidup sehat, serta pemeriksaan kesehatan secara rutin menjadi hal penting untuk menekan angka penyebaran TBC.
Ia juga meminta adanya kerja sama lebih erat antara dinas kesehatan, kader kesehatan desa, tokoh masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan dalam menyampaikan informasi yang benar tentang TBC, agar tidak ada lagi stigma terhadap pasien yang sedang menjalani pengobatan.
“Penyakit ini bisa disembuhkan. Tapi kita harus bersama-sama melawannya. Jangan biarkan pasien merasa dikucilkan, karena itu justru menghambat penanganan,” ujarnya.
Kusnadi berharap pemerintah daerah menjadikan tingginya angka kasus TBC ini sebagai alarm untuk meningkatkan program kesehatan masyarakat. Dengan upaya terpadu dan berkelanjutan, ia optimistis angka TBC di Kabupaten Sintang dapat ditekan secara signifikan di tahun-tahun mendatang.














