Ketua DPRD Kotabaru, Kalimantan Selatan, Alpidri Supian Nor MAP, menyatakan, telah mengadukan sekaligus meminta bantuan komisi IV DPR-RI terkait penambahan luas hutan cagar alam di wilayah Kotabaru. <p style="text-align: justify;">"Sungguh sangat aneh, luas hutan cagar alam Kotabaru jadi bertambah dari sebelumnya, hal ini tidak dapat dibiarkan karena akan menyulitkan Kotabaru untuk berkembang," kata Alpidri, Jumat (11/02/2011). <br /><br />Menurut Alpidri, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.453 tahun 1999 luas hutan cagar alam di Kotabaru sekitar 71.489 hektare, tetapi berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.435 tahun 2009 bertambah menjadi 81.049 hektare. <br /><br />Logikanya, kata Ketua DPRD Kotabaru, setelah sekian tahun membangun luas kawasan hutan cagar alam tersebut menyusut, karena tidak menutup kemungkinan sebagian dari kawasan yang berstatus hutan cagar alam berubah fungsi. <br /><br />Dengan bertambahnya luas cagar alam itu, menjadi kendala Kotabaru untuk mengembangkan diri menjadi daerah yang lebih maju. <br /><br />Alpidri berharap, dengan telah disampaikannya ke Komisi IV DPR-RI, masalah luas cagar alam di Kotabaru mendapat perhatian institusi terkait, dan untuk ditindaklanjuti sehingga dapat berkurang. <br /><br />Sungguh kata dia, akan menjadi persoalan serius, bilamana Kotabaru yang kini sedang giat-giatnya membangun daerah dengan cara mengundang investor sebanyak-banyaknya menanamkan modalnya di daerah itu. <br /><br />Terlebih kawasan cagar alam yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.434 itu sebagian besar lokasinya cukup strategis dan memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan perekonomian daerah. <br /><br />Kader Golkar itu berpendapat, jika luas kawasan hutan cagar alam itu tidak dikurangi, minimal dikembalikan ke asalnya, maka Kotabaru sulit untuk mengembangkan diri. <br /><br />Seperti saat ini, ada sebuah investor yang ingin membangun jembatan, tetapi tidak serta merta mendapat persetujuan karena rencana lokasi berdasarkan SK Menhut 435 masuk kawasan hutan cagar alam. <br /><br />"Terlepas siapa yang akan membiayai pembangunan jembatan, tetapi yang pasti dengan luas cagar alam saat ini telah menjadi belenggu Kotabaru untuk mandiri," terangnya. <br /><br />Sebelumnya, Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani, juga mempertanyakan, kenapa kawasan hutan cagar alam Kalimantan Selatan 90 persennya ada di wilayah Kotabaru. <br /><br />Dijelaskan, dari 66.000 hektare luas kawasan hutan cagar alam Kalimantan Selatan, 60.000 haktare atau 90 persennya berlokasi di wilayah Kabupaten Kotabaru. <br /><br />"Ini sangat tidak adil, hal itu menyebabkan Kotabaru sulit untuk mengembangkan pekerekonomian, karena banyak berbenturan dengan kawasan cagar alam," kata Selasa. <br /><br />Berdasarkan surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1987 14 Oktober 1987 luas kawasan cagar alam di Kalimantan Selatan ditetapkan 66.000 ha, dan 60.000 ha diantaranya berada dalam wilayah Kotabru. <br /><br />Akibat penetapan tersebut pula, tambah Kepala Bagian Hukum Setda Kotabaru, Taufik Rifani, sejumlah ibukota kecamatan dan beberapa fasilitas umum, seperti, Mapolsek Pulau Laut Utara, pelabuhan fery, dan bandara dalam kawasan hutan. <br /><br />Pabrik minyak goreng yang telah ditata batas cagar alam, bandara Gusti Syamsir Alam Stagen, Kotabaru (telah ditata batas hutan lindung), dan pelabuhan fery tarjun masih dalam cagar alam (dalam proses Kementrian Kehutanan). <br /><br />Hal itu juga menghambat program Kotabaru yang sedang mengembangkan diri untuk menjadi daerah yang lebih maju seperti daerah lain, demikian Bupati. <br /><br />Sementara Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotabaru, H Ansyar Noor, didampingi tim revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kotabaru M Adi Noryanto, menambahkan, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.453 tahun 1999 dan No.435 tahun 2009 lima ibu kota kecamatan di Kotabaru masuk dalam kawasan hutan cagar alam, hutan produksi, dan hutan produksi kayu. <br /><br />Lima ibu kota kecamatan tersebut, meliputi, ibu kota Kecamatan Pulau Sembilan, luas areal yang masuk hutan cagar alam (CA) sekitar 2.314,7 hektare dan ibu kota Tanjung Smalantakan Kecamatan Pamukan Selatan, luas areal yang masuk CA sekitar 210,5 ha. <br /><br />Ibu kota Kecamatan Hampang, luas areal yang masuk dalam hutan produksi sekitar 914,9 ha, dan Sungai Bali, ibu kota Kecamatan Pulau Sebuku, luas areal yang masuk hutan produksi dan hutan produksi kayu sekitar 375,9 ha. <br /><br />Selain itu Gunung batu Besar, Ibukota Kecamatan Sampanahan, luas areal yang masuk dalam kawasan areal penggunaan lain sekitar 113,5 ha, ibu kota kecamatan, jalan lingkar Pulau Laut di Kecamatan Pulau Laut Kepulauan dan Pulau Laut Selatan sepanjang sekitar 35 km juga masuk dalam kawasan hutan produksi. <br /><br />Meskipun pembangunan jalan lingkar tersebut telah selesai dibangun, namun hingga saat ini alih fungsi kawasan tersebut belum dilakukan. <br /><br />Bahkan, lanjut Adi, Bandara Gusti Syamsir Alam, Stagen, sekolah dasar, Mapolsek Pulau Laut Utara, dan permukiman di wilayah itu berdasarkan SK Menhut No. 453/1999 masuk kawasan areal penggunaan lain. <br /><br />"Namun, dalam SK Menhut No 435 tahun 2009 sejumlah fasilitas umum dan permukiman yang luas keseluruhan sekitar 593,8 ha itu masuk hutan lindung," ujarnya. <br /><br />Bupati Kotabaru menyatakan, SK Menhut tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, apalagi keberadaan bandara dengan lahirnya SK lebih dulu bandara. <br /><br />"Begitu juga dengan sejumlah kota kecamatan di Kotabaru juga masuk dalam kawasan cagar alam, ini sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan," kata dia dalam suatu kesempatan. <br /><br />Bupati berharap, semua yang terlibat dalam penetapan lahirnya SK tersebut hendaknya datang ke lapangan agar melihat langsung kondisi yang sebenarnya. <strong>(phs/Ant)</strong></p>