Dirjen PHKA: Revisi Bukan Untuk Pemutihan Penyimpangan

×

Dirjen PHKA: Revisi Bukan Untuk Pemutihan Penyimpangan

Sebarkan artikel ini

Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian kehutanan Darori menegaskan bahwa revisi tata ruang wilayah bukan menjadi alasan untuk pemutihan penyimpangan pemanfaatan ruang. <p style="text-align: justify;">"Tidak ada pemutihan. UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan hal tersebut," katanya saat Rapat Koordinasi Penyelesaian Permasalahan Penggunaan Kawasan Hutan Tidak Prosedural di Provinsi Kalbar 2011 di Pontianak, Kamis (17/02/2011). <br /><br />Menurut dia, pelanggaran terhadap UU tersebut dapat dipidana kurungan paling lama tiga tahun dan denda Rp500 juta. <br /><br />Ada sejumlah aturan yang harus diperhatikan kepala daerah terkait pemanfaatan ruang dan lahan. Ia menambahkan, untuk penegakan hukum setidaknya terdapat lima UU yang berlaku terkait penyimpangan pemanfaatan ruang dan penyelesaian kasus-kasus kawasan hutan. <br /><br />UU No.41/1999 tentang Kehutanan, UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem, UU No.8/1981 tentang KUHAP, UU No.32/2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU No.30/2002 tentang KPK. <br /><br />Ia melanjutkan, misalnya suatu kawasan diusulkan menjadi areal penggunaan lain karena sudah menjadi kebun. <br /><br />"Harus dipidana dulu, baru diproses. Kalau tetap dilakukan, sanksi hukumnya berat," kata Darori. <br /><br />Ia mengungkapkan, biasanya pengusaha yang mendapat surat rekomendasi menjadikan surat tersebut sebagai alat kerja. <br /><br />Padahal, lanjut dia, ada proses yang harus dilewati sebelum memanfaatkan lahan tersebut. Terlebih lagi kalau memanfaatkan lahan yang seharusnya merupakan kawasan hutan atau hutan lindung. <br /><br />"Karena harus ada persetujuan Menteri Kehutanan," kata Darori. <br /><br />Ia mencontohkan kasus DL Sitorus di Sumatera Utara yang membuka kebun kelapa sawit di dalam kawasan hutan produksi di Kabupaten Tapanuli Selatan seluas 47.000 hektare tanpa iain Menteri Kehutanan. <br /><br />Mahkamah Agung menyatakan DL Sitorus bersalah mengerjakan dan menggunakan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan bersama-sama dan berlanjut. <br /><br />DL Sitorus juga dijatuhkan pidana delapan tahun penjara, denda Rp5 miliar subsider enam bulan kurungan, serta barang bukti perkebunan kelapa sawit seluas sekitar 47 ribu hektare beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, dirampas untuk negara dalam hal ini Departemen Kehutanan. <br /><br />Sementara Direktur V Tindak Pidana Tertentu, Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Suhardi Alius mengusulkan agar areal yang diusulkan untuk diputihkan jangan dimanfaatkan terlebih dahulu. <br /><br />"Harus diproses terlebih dahulu, dan selama tenggat waktu itu, dibiarkan saja," kata Suhardi Alius. <br /><br />Ia juga mengingatkan agar kepala daerah jangan mudah mengeluarkan izin karena kalau tidak cermat dapat berurusan dengan aparat penegak hukum. <br /><br />Selain itu, lanjut dia, kepala daerah selaku pemberi izin harus menyampaikan ke investor mengenai aturan apa saja yang terkait dengan pengelolaan suatu lahan. <br /><br />"Jangan sampai setelah investor mengeluarkan dana besar, ternyata bermasalah, dan ini karena ketidaktahuan mengenai peraturan yang berlaku," kata Suhardi Alius. <br /><br />Sebelumnya, kawasan hutan yang diusulkan diubah dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat mencapai 3,281 juta hektare. <br /><br />Usulan itu terbagi dalam tiga kategori yakni perubahan fungsi, perubahan peruntukan dan penunjukan menjadi kawasan hutan. <br /><br />Perubahan fungsi misalnya dari hutan produksi terbatas menjadi hutan produksi atau sebaliknya mencapai 1,028 juta hektare. <br /><br />Sedangkan perubahan peruntukan dari kawasan hutan didominasi menjadi permukiman dengan luas keseluruhan usulan 1,969 juta hektare. Sementara penunjukan menjadi kawasan hutan 283.800 hektare. <br /><br />Usulan tersebut tahun lalu sudah disampaikan oleh seluruh bupati dan wali kota di Kalbar yang kemudian diajukan Gubernur Cornelis ke Kementerian Kehutanan. <strong>(phs/Ant)</strong></p>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.