Sektor pertimahan di Provinsi Bangka Belitung (Babel), mampu menyerap tenaga kerja mencapai 30,60 persen dari jumlah penduduk mencapai 1,2 juta jiwa. <p style="text-align: justify;">"Angkatan kerja yang bekerja di sektor pertambangan timah mencapai, 30.60 persen, dari jumlah penduduk tersebut, disusul sektor pertanian 28,80 persen dan sektor perdagangan 16,10 persen ,? kata salah satu pelaku usaha di Provinsi Bangka Belitung, Herman B Wijaya di Sungailiat, Kamis (03/03/2011). <br /><br />Ia mengatakan, hampir di semua wilayah baik di darat maupun di laut mempunyai cadangan timah yang dikenal dengan istilah "World`s Tin Belt" (Sabuk timah dunia) dengan luas wilayah pertambangan darat 330.664,09 hektare dari total wilayah mencapai 81.725,14 kilometer persegi dan wilayah pertambangan laut seluas 143.135,97 hektar dari luas wilayah luas laut kurang lebih 65.301 kilometer persegi. <br /><br />"Besarnya persentase penyerapan tenaga kerja pada sektor pertambangan menjadi salah satu dampak positif yang membanggakan dalam upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelasnya. <br /><br />Menurutnya, selain biji timah yang masih memberikan potensi peningkatan ekomoni masyarakat, wilayah Provinsi Bangka Belitung juga memiliki potensi tambang lainnya seperti, batu gamping kuarsa dengan luas mencapai 30.438,77 hektar yang tersebar dibeberapa wilayah Kabupaten. <br /><br />"Pemerintah Pusat maupun provinsi dan kabupaten atau kota, hendaknya harus mempertahankan peningkatan ekonomi masyarakat tersebut dengan kebijakan yang mempermudah bagi investor untuk menanamkan modalnya terutama pada sektor pertambangan," jelasnya. <br /><br />Herman mengatakan, dengan perlindungan keamanan, tentu bagi pengusaha tambang tidak ragu dan ketakutan dalam mengembangkan usaha dalam membantu peningkatan ksejahteraan masyarakat. <br /><br />"Kesejahteraan masyarakat tidak hanya dialami oleh masyarakat lokal, melainkan pula bagi masyarakat pendatang seperti, dari Jawa, Palembang, Lampung dan beberapa kota lainnya juga merasa terbantu dengan investasi penambangan biji timah," jelasnya. <br /><br />Ia mengatakan, Pemerintah Pusat maupun Daerah hendaknya mampu mengeluarkan kebijakan aturan yang tidak memberatkan bagi pengusaha pertambangan biji timah manakala berbenturan dengan kawasan hutan produksi (HP) yang pada prinsipnya dapat dikelola guna kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. <br /><br />Sementara salah pekerja tambang biji timah asal Kota Sungailiat, Purwadi mengatakan, dirinya merasa terbantu dalam meningkatkan kejahteraan keluarga setelah bekerja informal disalah satu tambang kecil milik rakyat. <br /><br />"Saya mampu menyekolahnya kedua anak dan membuat rumah sederhana karena saya bekerja di tambang timah skala kecil milik salah satu warga setempat," katanya. <br /><br />Ia mengharapkan kepada pemerintah daerah, kiranya memberikan keleluasaan penambangan biji timah karena sangat membantu peningkatan perekonomian masyarakat. <br /><br />"Meningkatnya perekonomian masyarakat berdampak luas bagi masyarakat lainnya seperti pedagang mengalami peningkatan pendapatan," jelasnya. <br /><br />Masyarakat lebih memilih kerja informal pada sektor tambang biji timah karena kata dia, lebih cepat mendapatkan hasil jika dibandingkan kerja pada sektor lainnya seperti, perkebunan dan pertanian yang memakan waktu mencapai lebih dari dua bulan. <br /><br />"Kalau bekerja di tambang bijih timah, saya menerima gaji selama satu minggu dan jika bekerja diperkebunan atau pertanian gaji atau haji akan dinikmati setelah dua bulan lebih," paparnya. <br /><br />Sementara lanjut dia, kebutuhan dalam keluarga terkadang tidak disangka-sangka sedangkan keuangan keluarga terbatas waktunya. (phs/Ant)</p>