Program ketahanan pangan Kalimantan Timur butuh dukungan infrastruktur perhubungan, terutama dalam menunjang distribusi berbagai bahan bagi terealisasinya program Desa Mandiri Pangan (Demapan). <p style="text-align: justify;"> "Program ketahanan pangan bisa berjalan jika mendapat dukungan masing-masing pemerintah daerah dalam membenahi infrastruktur perhubungan ini sebagai jaminan sistem distribusi bisa merata ke seluruh pelosok daerah," kata Pj. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Kaltim Syaiful Akhyar di Samarinda, Kamis.<br /><br />Terutama untuk sarana trasportasi sebagai sarana penunjang angkutan pangan agar menjadi perhatian pemerintah daerah.<br /><br />Terkait upaya menjaga keamanan stok pangan, BKPP berkoordinasi dengan pihak terkait terus memantau kondisi ketersediaan, produksi, dan distribusi agar keamanan pangan tetap stabil.<br /><br />Menyinggung tentang ancaman krisis pangan dunia (global) yang diperkirakan terjadi pada Juni-Juli 2011, ia optimistis tidak akan terlalu berpengaruh pad Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) karena produksi pangan lokal tidak mengalami gangguan berarti.<br /><br />"Perkiraan terjadinya krisis pangan global ini karena pengaruh tejadinya cuaca ekstrim yang terjadi hampir di penjuru dunia," tutur Namun demikian, ujarnya kondisi krisis pangan itu tidak berpengaruh banyak terhadap Kaltim, bahkan diprediksi daerah itu bisa melewati krisis tersebut, seperti krisis pangan yang pernah terjadi 2008 lalu.<br /><br />Ia mengakui bahwa ada beberapa lokasi atau sentra produksi pangan di Kaltim yang terjadi banjir, namun BKPP provinsi dan di daerah telah mengantisipasi melalui kegiatan penanganan daerah rawan bencana dengan menyediakan anggaran paket bantuan pangan.<br /><br />Selain itu, rata-rata stok pangan dari bulan ke bulan berkisar antara 14-15 persen atau cukup untuk dua bulan ke depan.<br /><br />Faktor lain yang mempengaruhi ketahanan pangan Kaltim adalah, ekonomi masyarakat makro cukup kuat sehingga beberapa kali krisis pangan melanda dunia, namun Kaltim dapat melewati krisis dengan tetap stabilnya kondisi pangan.<br /><br />Dilanjutkan, khusus bagi desa-desa yang mengalami rawan pangan kronis akibat keterisolasian dan kemiskinan, maka Pemprov bersama kabupaten dan kota melaksanakan peningkatan akses pangan masyarakat melalui program Desa Mandiri Pangan (Demapan).<br /><br />Program Demapan dilaksanakan agar desa-desa tersebut bisa mandiri dalam memenuhi pangannya sendiri, dan tidak tergantung pada bantuan pemerintah seperti raskin dan lainnya.<br /><br />Selanjutnya, dalam upaya menjaga kestabilan harga gabah atau beras di tingkat petani saat panen, maka dikembangkan unit usaha gabungan kelompok tani (Gapoktan) dengan membentuk lembaga usaha ekonomi pedesaaan (LUEP) untuk penyangga harga pangan lokal.<br /><br />Jumlah LUEP saat ini sudah mencapai 52 unit namun Pemprov Kaltim akan terus menambah lembaga tersebut hingga mencapai 300 unit, terutama sebagai upaya agar mampu menyerap hasil panen minimal 10 persen di daerah sentra-sentra produksi.<br /><br />Pasimistis Berbeda dengan hal itu, sejumlah kalangan pasimitis program ketahanan pangan Kaltim tercapai, indikasinya sampai kini program swasembada beras Kalimantan Timur tidak bisa terealisasi.<br /><br />Di sisi lain, banyak lahan pertanian potensial luasnya terus menyusut, terutama akibat dijadikan konsesi pertambangan batu bara sehingga sedikitnya diperkirakan 4.000 hektar lahan pertanian potensial lenyap.<br /><br />Hal itu dibenarkan oleh Ketua Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Kaltim, H. Adjie Sofyan Alex.<br /><br />Salah satu contoh disulapnya lahan pertanian itu terjadi di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar).<br /><br />Sebagian besar lahan pertanian milik 200 KK (kepala keluarga) asal Lombok, Bali dan Jawa Timur seluas 1.400 Ha di Teluk Dalam, Kukar, kini berubah menjadi lahan penambangan batu bara.<br /><br />Padahal, pemerintah pada 1993 melalui dana APBN telah mengeluarkan dana Rp 11 miliar dan APBD sekitar Rp3 miliar untuk membangun bendungan serta menjalankan sistem irigasi pompanisasi.<br /><br />Sekitar 200 KK petani eks-trans di Teluk Dalam itu akhirnya lebih tergiur untuk mendapatkan uang secara cepat dengan menjual lahannya atau menerima ganti rugi lahan dari perusahaan batu bara yang mengekploitasi lahan subur hasil irigasi sawah dengan pompanisasi berkapasitas 220 mm per detik itu.<br /><br />Kasus serupa juga terjadi di berbagai daeraha di Kaltim khususnya bagi daerah yang begitu getol mengeluarkan izin KP (kuasa penambangan) batu bara, antara lain, Kabupaten Kukar, Kabupaten Pasir, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat dan Kota Samarinda. <strong>(das/ant)</strong></p>