Nelayan Bagan Memilih Gunakan Alat Tangkap Tradisional

×

Nelayan Bagan Memilih Gunakan Alat Tangkap Tradisional

Sebarkan artikel ini

Nelayan bagan di Kotabaru, Kalimantan Selatan, lebih memilih alat tangkap tradisional, karena hasilnya jauh lebih baik daripada menggunakan bagan apung semi modern. <p style="text-align: justify;"><br />Nelayan bagan di Sarang Tiung, Pulau Laut Utara, Sera, Jumat (18/02/2011), mengatakan, sebagian besar nelayan di daerahnya kembali menggunakan bagan tancap, meskipun sebelum karna hasil tangakapan ikan jauh lebih besar. <br /><br />"Beberapa tahun lalu nelayan disini sempat `gandrung` berlomba-lomba untuk membuat bagan apung dengan menggunakan kapal berukuran besar dan dapat dipindah-pindah," katanya. <br /><br />Namun setelah dioperasikan, ikan yang ditangkap dengan menggunakan bagan apung tersebut tidak maskimal dan tidak sebanyak hasil tangkapan dengan bagan tancap. <br /><br />Selain hasilnya minim, biaya operasionalnya besar, modal untuk membuat bagan apung juga jauh lebih besar dibandingkan dengan membangun bagan tancap yang menggunakan bahan baku kayu bakau. <br /><br />Untuk bagan apung, kata Sera, biaya pembuatannya, untuk membeli kapal berserta mesin, jaring dan mesin genset untuk penerangan mencapai Rp40 juta-Rp70 juta per unit. <br /><br />Sedangkan biaya pembuatan bagan tancap, yang menggunakan bahan baku kayu bakau diperkirakan hanya sekitar Rp10 juta -Rp15 juta per unit. <br /><br />Bigitu juga dengan perawatannya, biaya perawatan bagan tancap lebih murah dibandingkan dengan bagan apung. <br /><br />Menurut Sera, nelayan Kotabaru baru akan menggunakan bagan apung jika hutan mangrove tidak diizinkan atau kayu bakau sudah punah, selama masih ada hutan bakau maka nelayan masih memilih membangun bagan tancap. <br /><br />Dia menuturkan, saat ini nelayan bagan di Kotabaru semakin bertambah banyak, terbukti setiap tahun jumlah bagan selalu bertambah banyak. <br /><br />Karena semakin banyaknya jumlah nelayan bagan, penghasilan membagan juga tidak sebesar lima tahun lalu. <br /><br />"Beberapa tahun lalu, jika tepat musimnya, membagan satu malam bisa menghasilkan Rp1 juta lebih, tetapi akhir-akhir ini mendapatkan Rp500 ribu saja sudah sangat sulit," katanya. <br /><br />Hal yang sama juga disampaikan Sholekah, nelayan asal Madura yang telah tinggal di sarang Tiung sekitar 20 tahun. <br /><br />Ia mengaku pendapatan nelayan semakin tahun bukan semakin besar, tetapi sebaliknya semakin turun.  <strong>(phs/Ant)</strong></p>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.